DPR Soroti Banyaknya Realisasi APBN 2019 yang Meleset dari Target

18 Agustus 2020 20:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebanyak 9 fraksi DPR RI menyetujui RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN 2019 dibahas lebih lanjut agar menjadi UU yang sah. Persetujuan itu disampaikan seluruh fraksi dalam rapat hari ini yang dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani.
ADVERTISEMENT
"Dengan selesainya juru bicara terakhir menyampaikan pandangan fraksinya, kesembilan fraksi telah menyampaikan pandangannya masing-masing dengan kesimpulan setuju untuk dilanjutkan," kata Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel yang memimpin rapat ini di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (18/8).
Meski begitu, masing-masing fraksi memberikan catatan kepada pemerintah. Salah satunya dari Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan. Dia mengatakan dari 7 indikator asumsi dasar makro dalam APBN 2019, hanya dua yang tercapai targetnya yaitu inflasi dan nilai tukar rupiah.
Tingkat inflasi tahun lalu tercatat sebesar 2,72 persen atau di bawah target inflasi yang telah ditetapkan dalam APBN 2019, yaitu sebesar 3,50 persen. Rata-rata nilai tukar rupiah di 2019 berada pada kisaran Rp 14.146 per dolar AS, lebih rendah dari asumsi sebesar Rp 15.000.
ADVERTISEMENT
"Dari 7 indikator asumsi dasar ekonomi makro hanya ada dua indikator yang mencapai target yang ditetapkan yaitu inflasi dan nilai tukar," katanya.
Petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) DPR RI mengawasi ruangan. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Sedangkan lima indikator asumsi dasar ekonomi makro meleset dari target yang ditetapkan, yaitu nilai Indonesian Crude Price (ICP) sebesar USD 62 per barel, lebih rendah dari target USD 70 per barel, lifting minyak bumi hanya mencapai 746 ribu barel per hari (BPH) dari target 775 ribu bph, dan lifting gas bumi hanya tercapai 1,05 juta barel setara minyak per hari, sementara asumsinya sebesar 1,25 juta barel setara minyak per hari.
"Penting kiranya untuk kita ketahui, secara umum dapat dikatakan bahwa capaian dan realisasi dari asumsi ekonomi makro pada APBN TA 2019 meleset dari target yang ditetapkan, termasuk dua indikator penting yaitu pertumbuhan ekonomi, dan tingkat bunga SPN 3 bulan tercatat sebesar 5,6 persen. Realisasi itu lebih tinggi dari pagu yang ditetapkan sebesar 5,3 persen," terangnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ekonomi Indonesia selama sepanjang tahun lalu juga hanya tumbuh sebesar 5,02 persen, lebih rendah dari target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2019, yakni 5,3 persen.
Bahkan jika dibandingkan dengan RPJMN, pertumbuhan ekonomi di 2019 seharusnya mencapai 8,0 persen. Menurut Gerinda, pemerintah cenderung menyalahkan faktor gejolak ekonomi eksternal dan global. Padahal porsi ekonomi eksternal dan global dalam struktur PDB Indonesia tidak signifikan. Peranan ekspor dan impor masing-masing masih di bawah 20 persen.
"Capaian pemerintah yang hanya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02 persen kurang memenuhi ekspektasi rakyat. Pemerintah telah diberi kesempatan untuk membelanjakan anggaran pembangunan hingga Rp 2.461,11 triliun, sesuai postur Belanja pada APBN 2019," terangnya.
Ilustrasi Gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Hal yang sama juga disampaikan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Ratna Juwita. Dia menyoroti pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang meleset dari target.
ADVERTISEMENT
Capaian ini juga turun dari realisasi pertumbuhan ekonomi 2018. Pertumbuhan ditopang komponen konsumsi yang kontribusi 2,73 persen, perlambatan pertumbuhan ekonomi terbesar disebabkan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).
"Di tahun 2018 PMTB kontribusi 2,16 persen, yang jadi hanya 1,47 persen di tahun 2019 terhadap pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Begitu pun Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Rofiq Ananto yang menilai kinerja pemerintah belum maksimal karena pertumbuhan ekonomi meleset dari target sepanjang tahun lalu.
"Fraksi PKS mencermati tidak tercapainya target pertumbuhan yang ditetapkan dalam APBN sudah terjadi sejak 2015. Ini terus terjadi hingga akhir periode pemerintahan, kegagalan tersebut menyebabkan upaya menekan angka kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pendapatan, semakin lamban," terang dia.
Sedangkan Anggota Fraksi PDI Perjuangan Dede Indra Purnama mengapresiasi capaian pemerintah tahun lalu. Tapi masih harus meningkatkan kinerja dalam mengelola APBN, mulai dari penetapan target pendapatan negara, penyusunan alokasi belanja, dan skenario pembiayaan defisit.
ADVERTISEMENT
Dia juga meminta pemerintah menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dalam dan mengambil tindakan hukum agar tidak terjadi pada APBN tahun ke depan.