Drama di Balik Sukses Restrukturisasi Utang Rp 120,5 T Garuda Indonesia

8 Desember 2022 14:50 WIB
·
waktu baca 13 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pesawat Garuda Indonesia Boeing 373-800 NG dengan desain masker baru sebagai bagian dari kampanye penggunaan masker di tengah pandemi COVID-19. Foto: ADEK BERRY/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat Garuda Indonesia Boeing 373-800 NG dengan desain masker baru sebagai bagian dari kampanye penggunaan masker di tengah pandemi COVID-19. Foto: ADEK BERRY/AFP
ADVERTISEMENT
Garuda Indonesia kembali terbang tinggi setelah mengalami masa suram dan terancam bangkrut. Masa kelam maskapai penerbangan pelat merah tersebut tidak datang begitu saja.
ADVERTISEMENT
Sejumlah kasus fraud atau penyimpangan di masa lalu, seperti markup dan suap dalam penyewaan pesawat membuat berat beban keuangan perusahaan hingga punya utang yang pernah mencapai USD 10,1 miliar
Kondisi tersebut semakin diperparah dengan adanya serangan pandemi COVID-19 yang meluluhlantakkan sektor penerbangan. Demi tetap bernapas, Garuda Indonesia saat itu harus menunda gaji karyawan, memotong gaji karyawan, hingga melakukan Program Pensiun Dini sangat selektif, sesuai kemampuan yang serba terbatas.
Upaya tersebut tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah. Garuda Indonesia harus tetap membayar utang, di tengah pemasukan yang kembang kempis.
Keadaan itu membuat kabar Garuda Indonesia akan bangkrut dan menuju setop operasi semakin mencuat. Bahkan, nada pesimis sudah muncul dari pemerintah yang menganggap Garuda Indonesia bakal bangkrut. Apalagi, perseroan sudah mulai menghadapi gugatan Penundaan Kewajiban dan Pembayaran Utang (PKPU) dari krediturnya.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Namun, secara pelan tapi pasti, Garuda Indonesia di bawah pimpinan Irfan Setiaputra, sebagai Direktur Utama menemukan setitik harapan melalui restrukturisasi utang. Upaya tersebut mau tidak mau memang harus ditempuh agar selamat dari kebangkrutan.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya, jajaran manajemen, stakeholder, dan para karyawan bisa menghela napas panjang setelah Garuda Indonesia lolos dari gugatan PKPU. Para kreditur Garuda Indonesia dengan total utang sebesar USD 10,1 milar juga sepakat berdamai. Homologasi diraih, kreditur dan Garuda Indonesia menempuh cara restrukturisasi.
“Dulunya hampir stop operasi atau dikenal technically bankrupt. Dengan restrukturisasi, memperbaiki operasi, service tetap jalan, national flight carier itu dijaga kebanggaan kita, market domestik yang besar. Kalau ditutup nanti kehilangan uang pajak untuk APBN,” kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Prasetio, saat wawancara khusus dengan kumparan.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Prasetio. Foto: Dok. Pribadi
Sejak menjabat sebagai direksi di Garuda Indonesia pada 20 November 2020, Prasetio sudah harus berkutat dengan tumpukan persoalan mulai dari utang yang menggunung, COVID-19, PKPU hingga tercapainya restrukturisasi utang, bahkan (kini) ditunjuk sebagai ketua Tim Kerja dalam rangka Privatisasi.
ADVERTISEMENT
Prasetio mengakui tidak mudah menyelesaikan berbagai persoalan Garuda Indonesia tersebut. Lantas, seperti apa cerita di balik berbagai upaya Garuda Indonesia sampai akhirnya bisa restrukturisasi utang?
Berikut ini wawancara kumparan dengan Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Prasetio:
Anda diangkat menjadi direksi di Garuda Indonesia pada 20 November 2020. Sebelum diangkat, apakah Anda sudah punya bayangan bakal menghadapi permasalahan berat di Garuda Indonesia?
Saya masuk Garuda Indonesia November 2020. Sudah COVID, COVID-19 kan kuartal I, saya diangkatnya November 2020. Dari awal Garuda sudah berat kondisi keuangannya. Sudah masalah utangnya cukup besar, kreditur atau pun vendornya banyak, terus harga sewa pesawat yang tinggi. Jadi itu menyebabkan kita enggak bisa bayar. Sampai akhirnya PKPU.
ADVERTISEMENT
Saat Garuda Indonesia digugat PKPU, apakah sudah ada gambaran bagaimana menghadapinya?
Belum. Memang harus dilakukan restrukturisasi total, PKPU itu kan salah satu solusinya. Baru munculnya pemikirannya (restrukturisasi) kan menjelang kuartal IV 2021.

Anda bersama jajaran direksi Garuda Indonesia lainnya baru pertama kali ini menghadapi PKPU?

Baru pertama. Ini pengalaman pertama.
Jadi otodidak belajarnya menghadapi PKPU?
Enggak juga, saya kan punya background hukum bisnis. Jadi, PKPU itu cara satu-satunya (melakukan restrukturisasi komprehensif). Pada tahun 2020 akhir kita sudah melakukan restrukturisasi dengan cara memperpanjang jangka waktu pembayaran kepada lessor. Jangka waktunya di perpanjang, harga sewa minta disesuaikan lebih ringan atau disesuaikan turun, namun secara present value sedikit turun atau tetap.
Tetapi hal ini tetap tidak membantu. Tetap saja enggak menyelesaikan masalah. Terus, kemudian ada obligasi wajib konversi, ada pinjaman national interest account itu, semua untuk modal kerja disaat kondisi negative growth dan liquidity problem, jadi uang tersebut seperti menggarami air laut.
ADVERTISEMENT
Jadi tahun 2020 itu sudah masalah sebetulnya. Likuiditasnya juga sudah negatif, cashflow-nya negatif, gali lubang, tutup lubang. Enggak bisa memenuhi kewajiban jangka pendek. (Belum lagi ada pandemi COVID-19) Jadi pandemi itu adalah salah satu yang menyebabkan Garuda itu revenue-nya turun 70 persen, karena revenue turun 70 persen itu biaya tidak (turun) secepat revenue yang turun. Biaya tetapnya ini menjadi harus dipenuhi. Kita harus bayar gaji, bayar sewa pesawat yang sifatnya fixed cost.
Maksudnya semua beban harus tetap bayar, tetapi pemasukan turun?
Iya, berarti apa yang terjadi? Ya negatif. Kalau negatif itu nambalnya bagaimana? Nambah utang, utangnya nambah terus, menggulung karena tidak mampu dibayar. Kalau utangnya nambah terus dan banyak sekali vendornya, itu begitu diguyur sama uang kalau enggak dilakukan restrukturisasi total itu seperti menggarami air laut.
ADVERTISEMENT
Jadi harus dipotong waktu itu. Apa potongannya? Banyak. Operation dulu yang dipotong itu, rute yang rugi ditutup artinya rute-rute yang tidak menguntungkan ya disetop, frekuensi dikurangi karena isian yang rendah. Terus gaji terpaksa ditunda pembayarannya, ada gaji yang dipotong. Pertama (gaji) ditunda, setelah itu enggak tahan, (lalu) potong (gaji) 30 persen sampai 50 persen semua demi operasi agar tetap berjalan.
Seorang pramugari berada di kursi penumpang pesawat Garuda Indonesia Airbus A330-900 Neo. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Semua level jabatan dikenakan pemotongan gaji?
Itu (pemotongan gaji) dilakukan semua dalam rangka supaya bisa survival, kita karena pertumbuhan pendapatan kita yang negatif.
Nah, ada yang susah. Enggak sabar lessor-nya karena enggak dibayar utuh, maka ya lessor tersebut meng-grounded pesawatnya, enggak boleh terbang. Jadi pesawat yang semula 140 (mengudara), terus turun jadi 80 di tahun 2020, tahun 2021 sudah tinggal 40-an (pesawat). Turun karena apa? Enggak bayar sewa pesawat. Ada rute rugi, ada pesawat sewa yang mahal kita setop. Pokoknya yang seperti itu semua dalam rangka mengurangi kerugian.
ADVERTISEMENT
Setelah enggak tahan semua, pandemi semakin dahsyat, daripada setop operasi ya sudah, kita menghadapi PKPU, lalu restrukturisasi. Utang 100 perak dibayar atau bayarnya 19 sen. Perhitungan itu sebagai contoh.
Upaya apa yang dilakukan Garuda Indonesia sampai akhirnya kok bisa kreditur mau utangnya dibayar tidak penuh?
Kok bisa kreditur mau dibayar 19 sen? Bagi kreditur mungkin dia melihat Garuda Indonesia ini national flag carrier, dan hubungan bisnisnya sudah cukup panjang. Ya toh? Terus kemudian risiko kalau ditutup itu nanti ruginya tambah besar dia. Kan karena Garuda enggak punya aset apa pun, semua sewa, pesawatnya sewa.
Saya hitung waktu itu (kalau Garuda Indonesia) dilikuidasi, itu paling (utang) hanya kebayar 3 persen. Pilih mana? Terima yang 19 sen toh dengan harapan ke depannya Garuda masih bisa tumbuh kalau going concern, setelah pandemi bisa tumbuh. Itu bisa mengurangi kerugian mereka, apalagi penduduk kita kan cukup besar, pasar yang besar.
ADVERTISEMENT
Nah, pemerintah komit untuk membantu, karena kan untuk restrukturisasi itu enggak mungkin pemegang saham enggak ikutan. Pemegang saham harus ikut support yang Rp 7,5 triliun itu (dari Penyertaan Modal Negara atau PMN).
Bagaimana cara Garuda Indonesia melobi kreditur agar semua mau restrukturisasi?
Proses PKPU mengharuskan pengambilan keputusannya kolektif. Kreditur dinyatakan sepakat atau berhasil mencapai perdamaian apabila jumlah kreditur yang setuju perdamaian 50 persen + 1 dari jumlah kreditur yang hadir. Misalnya, yang hadir 100, maka 51 kreditur harus setuju. Terus yang hadir dan sepakat tadi piutangnya harus sedikitnya dua per tiga dari keseluruhan piutang kepada Garuda Indonesia. Dua syarat itu.
Direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) foto bersama Tim Pengurus PKPU setelah memenangkan voting proposal perdamaian di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (17/6/2022). Foto: Akbar Maulana/kumparan
Kita berkomunikasi intensif dengan baik dan terbuka, untuk menyelesaikan utang dengan meyakinkan rencana bisnis ke depan yang lebih baik, dukungan Pemerintah serta menawarkan berbagai opsi dan struktur penyelesaian keuangan yang terbaik (win-win)
ADVERTISEMENT
Berarti, para kreditur tidak didatengin satu-persatu saat melobi soal restrukturisasi?
Enggak akan selesai (kalau didatangi satu per satu), keburu sekarat. Keburu stop operasi. Jadi kombinasi melalui town hall, one on one untuk kreditur agar supaya di PKPU nanti memberikan voting perdamaian (tercapai homologasi). Proses PKPU diawasi oleh hakim pengawas, oleh tim pengurus yang independen, tidak boleh memihak.
Kan masih ada kreditur yang enggak mau restrukturisasi itu bagaimana?
Yang nggak mau, ada yang tidak memberikan suara, tetapi karena dia kalah dalam voting, ya ikut harus ikut kesepakatan yang 50+1. Tapi ada yang enggak terima kan, ada 1 atau 2 lessor dia mengajukan kasasi. Kasasi itu 8 hari setelah putusan homologasi di Pengadilan Niaga. Kasasi mereka telah ditolak MA dan keputusannya sudah inkracht. Karena itu restrukturisasi ini sudah punya kekuatan hukum tetap.
ADVERTISEMENT
Kreditur yang menolak dibayarnya tetap sama dengan yang setuju restrukturisasi?
Ya, sama dengan yang sudah setuju. Jadi coba bayangkan (misal) utang 100 dibagi 19 kan berarti Garuda dapat “keuntungan” 81 kan, 81 ini saya gunakan menambah ekuitas yang negatif menjadi Garuda sehat kembali secara solvabilitas buku.
Dulunya Garuda Indonesia hampir sekarat atau dikenal technically bankrupt. Dengan restrukturisasi, kita memperbaiki operasi, servis tetap jalan, national flight carier itu dijaga, karena itu kebanggaan kita, market domestik sangat besar. Kalau ditutup, nanti negara akan kehilangan peneraimaan pajak. Pemerintah mau membantu Garuda Indonesia kalau sudah utangnya sustain dari 100 (ke) 19. Itu kan sustain.
Disisi lain, kreditur bilang ‘kamu (Garuda) tak kasih diskon 80 tapi pemerintahmu harus masukan duit’. Bagi pemerintah ‘saya berani memasukkan duit asal kamu terima diskon karena Garuda kalau mati nanti menjadi persaingannya tidak sehat, terus kemudian penerimaan pajak berkurang, transportasi udara yang menghubungkan orang dari satu titik ke titik lain berkurang. Ya toh? Ya sudah, kalau begitu saling menguatkan. Akhirnya berhasillah restrukturisasi itu.
ADVERTISEMENT
Nah sekarang kita harus jaga ini tidak boleh default, tidak boleh wanprestasi, kalau wanprestasi apa yang saya janjikan di perjanjian perdamaian bisa diusulkan oleh kreditur untuk dipailitin. Corporate governance dan disiplin terhadap proses terus harus dijaga.
Jadi masih ada kemungkinan dipailitkan ya pak?
Ya makanya harus prudent dalam pengelolaan korporasi, kalau kinerjanya buruk kan susah banget. Alhamdulillah sekarang tumbuh baik industrinya mulai menunjukkan tanda recovery.
Saat masa sibuk menyelesaikan restrukturisasi utang itu, berapa jam kerjanya para direksi itu rata-rata setiap hari?
Waduh. Rata-raya saya pagi datang jam 7, pulangnya bisa jam 1-2 dini hari.....hahahahaha
Setiap hari itu?
Dari awal masuk November saya sudah full terus. waktu PKPU lebih kencang itu. (Jam 7 sampai dini hari terus) iya terus. PKPU itu berjalan Desember sampai putusan Juni 2022 kan batasnya tidak boleh lebih dari 270 hari, itu Juni kita bisa berhasil di bawah 270 hari, Juni sudah selesai. Alhamdulillah.
ADVERTISEMENT
Akhir pekan juga tetap kerja? Apa saja yang dilakukan?
Enggak ada istirahatnya. Jadi kita tata ulang, sewa-sewa itu kita ubah menjadi enggak fixed yang sebelumnya fixed. Kita dikasih waktu sampai akhir tahun ini atau sampai pertengahan tahun depan. Jadi, Garuda Indonesia bayar sewa pesawat sesuai dengan jam pakai. Ini suatu keringanan. Tarifnya pun harus sesuai pasar, enggak seenaknya. Jadi ditata ulang semuanya.
Terus utang ke Himbara enggak boleh diskon, enggak boleh ada potongan, tapi boleh diperpanjang sampai 22 tahun, bunganya pun bunga rendah. Terus, yang pemegang sukuk, lessor, vendor itu yang di bawah Rp 250 juta kita bayar, di atas itu kita konversi jadi surat utang baru (bonds) umurnya 9 tahun bunganya sekitar 6-7 persen. Dua per tiga dari 19 persen itu ke bonds, sepertiganya jadi ekuitas. Obligasi wajib konversi dari pemerintah yang disalurkan lewat PT SMI dikonversi jadi ekuitas., Jadi bagus. Kondisi kita menjadi membaik.
ADVERTISEMENT
Apakah kerja keras tersebut sudah terbayar dengan keberhasilan restrukturisasi?
Sekarang sih kita harus waspada supaya industri ini persaingan ini sehat, traffic recovery-nya kembali normal seperti 2019. Sekarang kan belum normal paling baru 60 sampai 70 persen. Normalnya mungkin di 2024. Kita berharaplah seperti 2019. Kita tidak boleh kehilangan momentum, pesawatnya sudah harus siap, yang kemarin di-grounded dihidupkan lagi.
Dari mana menghidupkan pesawat itu? Ya dari sebagian PMN pemerintah yang Rp 7,5 triliun. Kalau misalnya traffic sudah membaik kita sudah siap dengan alat produksi. Sewanya
juga sewa kompetitif, tidak bisa sewa yang kemahalan harganya. Terus rute-rute yang enggak bener ya disetop, enggak diterbangin. Harus rute yang untung, enggak boleh rute yang rugi kita pertahanin terbang, ya nanti utang lagi, enggak selesai lagi.
ADVERTISEMENT
Berapa saat ini pesawat yang masih di-grounded?
Yang di-grounded kan ini berangsur direstorasi atau dihidupkan lagi. Sekarang sampai akhir tahun ini (yang aktif) 60 pesawat. Kita pernah 30. Dari 140, 80, 40, 30. Sekarang pelan-pelan diharapkan akhir tahun ini 60 (pesawat yang aktif terbang).
Pesawat Airbus A330 Garuda Indonesia. Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP
Tahun depan 70 pesawat, ya mungkin kita enggak harus 140 lagi, 90 pesawat saja sudah bagus. Dengan frekuensi yang normal, cari rute yang gemuk, yang menguntungkan, efisiensi, service yang baik. Garuda Indonesia saya yakin akan sehat kembali. Enggak boleh ngulang ‘kegagalan’ masa lalu.
Anda pernah terpikir tidak, kalau sendainya restrukturisasi utang gagal?
Kalau restrukturisasi gagal taruhannya apa? Pailit kan. Pailit itu bisa banyak faktor, kalau ada kelalaian dari direksi ya direksi harus tanggung jawab. Makanya saya sebagai penjaga gawang ngawal proses restrukturisasi itu. Ngawal koridor prudentiality, ngawal koridor compliance, tidak boleh ada yang penyimpangan, tidak boleh ada pelampauan kewenangan, Direksi selalu konsultasi dengan pemegang saham dan komisaris secara intensif.
ADVERTISEMENT
Dan restrukturisasi Garuda ini bukan hanya direksi tapi semua didukung oleh seluruh insan yang mempunyai semangat yang sama. Karyawan juga berkorban, stakeholder, pemegang saham, komisaris semuanya all out. Sekarang enggak boleh terjadi Garuda itu dibangkrutkan atau ditutup, itu semua orang enggak mau.
Yang paling sulit selain lobi-lobi kreditur itu apalagi selama proses restrukturisasi utang?
Ya lessor lah. Lessor itu, kalau orang Jawa istilahnya kita sudah kenyang dipisuh-pisuhi, dimarahin. Tapi ya kita bisa meyakinkan “Anda akan saya bayar dengan prospek Garuda Indonesia ke depan lebih baik. Kalau kamu enggak sabar lalu dibangkrutin hari ini, kamu pulang juga bawa pesawat yang sudah enggak bernilai, enggak dapat apa-apa”. Paling kembalinya bawa pesawatnya. Dia justru yang rugi karena harus ngeluarin biaya, ayo kita maju bersama ke depan optimis lebih baik.
ADVERTISEMENT
Ya itulah, kita berterima kasih kepada semua vendor, lessor, kreditur. Sehingga Garuda ini diberikan kesempatan untuk hidup kembali, berterima kasih kepada seluruh karyawan, jajaran manajemen, terus kemudian komisaris, dan pemegang saham utama khususnya Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan. Semua semangatnya sama bagaimana Garuda ini harus hidup. Sehingga pemerintah dalam hal ini yang memegang budgeting yaitu Menkeu yakin mengucurkan uang Rp 7,5 triliun yang sempat di-freeze atau dibekukan. Awalnya kan Rp 8,5 triliun terus Rp 1 triliun cair, hilang begitu saja untuk bayar avtur. Yang (sisa) Rp 7,5 triliun dikunci.
Inilah semua, alhamdulillah ya karena tidak lepas dari adanya barokah dari Allah, tangan Tuhan juga membantu Garuda itu bisa diselamatkan.
Bagi Anda, yang paling berkesan saat mengurus PKPU dan restrukturisasi utang itu apa, hingga akhirnya dituangkan menjadi buku?
ADVERTISEMENT
Itu waktu saya nulis juga belum tahu hasilnya. Kalau ibaratnya perang itu, ini akan berakhir dengan kemerdekaan atau kekalahan. Dan saya punya kebiasaan, setiap pertemuan rapat-rapat, setiap kejadian saya catat. Sehingga tidak sulit buat saya untuk menyusun buku. Waktu awal nulis buku itu, saya belum tahu hasilnya PKPU ini bakal selamat atau bangkrut.
Direktur Keuangan & Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Prasetio (Kiri) menyerahkan buku 'Garuda Inside Story' hasil karyanya kepada Direktur Utama/CEO, Irfan Setiaputra. Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan
Tapi bagi saya kalau tidak dipailit atau Garuda selamat itu merupakan pembelajaran yang sangat berharga.
Kalau Garuda di-pailitin juga ya pembelajaran juga buat anak cucu bahwa lessorn learn jangan sampai terulang. Mempunyai pesawat berbagai macam jenis, banyak, tapi tidak menghasilkan itu kan pembelajaran jangan diulang lagi, harga sewa yang mahal, utilisasi yang rendah, rute yang rugi, utang dibayar utang, biaya tetap yang tinggi. Termasuk pembelajaran tentang pensiun dini untuk mengurangi jumlah, supaya produktivitas naik, karyawan enggak bisa terlalu banyak.
ADVERTISEMENT
Setelah restrukturisasi berhasil, berarti nasib gaji karyawan yang ditunda dan dipotong tadi bagaimana?
Ya harus dibalikin pelan-pelan, dinormalisasi. Kalau yang sudah dipotong, sudah uang hilang itu enggak bisa diganti, tapi kalau yang ditunda harus dibayar karena sifatnya utang. Kalau dipotong ya gone, kita semuanya kok mulai direksi, komisaris, dan karyawan mengalami pemotongan, itu enggak ada yang diuntungkan. Besarannya ya variasi 30 sampai 50 persen. Yang level atas pasti 50 persen, level bawah 30 persen. Kalau kinerja membaik pasti manajemen dan pemegang saham akan memberikan apresiasi yang terbaik.
Salah satu upaya agar restrukturisasi ini semakin maksimal kan dukungan PMN. Rencananya kapan PMN dicairkan?
Itu kan berproses. Pencairannya harus ada peraturan pemerintah (PP) dari keuangan negara masuk ke keuangannya Garuda, itu prosesnya harus PP harus disetujui Presiden. PP nya pun ada PP PMN, PP obligasi wajib konversi yang Rp 1 triliun dari utang kan dikonversi jadi saham itu kan punya pemerintah, konversi utang kreditur vendor lessor yang ke ekuitas serta PP struktur modal karena masuknya uang Rp 7,5 triliun kan masuknya melalui rights issue. PMN mudah-mudahan Desember.
ADVERTISEMENT
Apakah sudah ada koordinasi dengan Bursa Efek Indonesia terkait pembukaan suspensi saham?
Iya komunikasi dan konsultasi terus menerus, semua diperlukan izin OJK suspensinya dibuka, juga otoritas Bursa, mulai saham diperdagangkan lagi itu ada tata kelolanya.