Dugaan Penyelundupan Emas Rp 189 T Tak Ada Kaitan dengan Pejabat Kemenkeu

31 Maret 2023 17:07 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Suahasil Nazara saat menghadiri Forum Merdeka Barat 9 terkait IMF 2018 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (17/9). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Suahasil Nazara saat menghadiri Forum Merdeka Barat 9 terkait IMF 2018 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (17/9). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan dugaan penyelundupan emas Rp 189 triliun tidak ada kaitannya dengan pejabat di lingkungan mereka. Sebelumnya, dugaan penyelundupan itu diungkap Menkopolhukam Mahfud MD dalam rapat dengan Komisi III DPR RI, Rabu (27/3).
ADVERTISEMENT
Nilai penyelundupan itu masuk dalam total transaksi mencurigakan Rp 349 triliun yang ditemukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan dilaporkan ke Kemenkeu pada 2017.
Askolani menjelaskan bagaimana kronologi terjadinya transaksi tersebut. Bahwa Bea Cukai pada 2017 melakukan penindakan pada perusahaan eksportir emas, setelah ditemukan 218 kg emas yang nilainya USD 6,8 juta.
Di tahun yang sama, kasus tersebut dibawa ke pengadilan namun pengadilan memutuskan tidak ada indikasi tindak pidana kepabenan. Selanjutnya, Bea Cukai melakukan kasasi di mana pelaku dikenakan pidana 6 bulan dan denda Rp 2,3 miliar. Sementara perusahannya dikenakan denda Rp 500 juta.
Namun, pada 2019 terlapor dugaan penyelundupan emas mengajukan Peninjauan Kembali (PK), dan Bea Cukai kalah, sehingga dugaan penyelundupan emas tersebut bukan lagi sebagai tindak pidana kepabenan.
ADVERTISEMENT
"Dari keputusan ini, kita tak bisa bawa ke TPPU seperti yang dimintakan oleh PPATK," pungkasnya.
Sementera itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan sebenarnya sejak Januari 2016, Bea Cukai sudah mencegah adanya penyelundupan emas tersebut karena diakui sebagai emas perhiasan, padalah aslinya adalah emas mentah (ingot).
Bea Cukai lalu mendalami transaksi itu dan menemukan adanya potensi tindak pidana kepabeanan. Mereka langsung gerak cepat melakukan penyelidikan hingga dibawa ke pengadilan.
Setelah kalah, Bea Cukai mengajukan kasasi dan menang. Lalu pada 2019, dilakukan peninanjaun kembali (PK) atas permintaan terlapor dugaan penyelundupan emas. Sayangnya, di PK ini, Bea Cukai kalah.
"Jadi dianggap tidak terbukti tindak pidana kepabeanananya. Yang namanya TPPU selalu terkait tindak pidana asal. Ketika tindak pidana asal ada, maka TPPU bisa mengikuti. Kalau tindak pidana asal enggak terbukti oleh pengadilan, ya TPPU enggak maju (tidak bisa dilanjutkan)," katanya.
ADVERTISEMENT
Dia membantah proses dugaan penyelundupan emas ini ditutup-tutupi seperti yang disampaikan Mahfud MD di DPR.
"Tidak ada yang ditutupi. Semua ada di dalam sistem Kementerian Keuangan dan bisa dipantau soal (transaksi) Rp 189 triliun," jelasnya.