Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Dulu Pasok 40% Gelas Coca Cola, Sekarang BUMN Ini Memprihatinkan
16 Juli 2018 20:32 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB

ADVERTISEMENT
BUMN di bidang produksi gelas berbahan kaca dan beling, PT Industri Gelas (Persero) atau Iglas saat ini masuk dalam jajaran perusahaan negara yang terancam bangkrut.
ADVERTISEMENT
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan, saat ini status PT Iglas masuk dalam jajaran BUMN yang technically bankrupt atau bangkrut secara teknis. BUMN lainnya yang juga berstatus sama yaitu PT Merpati Nasional Airlines, PT Kertas Kraft Aceh (KKA), dan PT Kertas Leces.
Padahal, kata Aloy, di masa jayanya 40% produksi perusahaan dikerahkan untuk membuat gelas-gelas botol Coca-cola. Seiring dengan banyaknya minuman kemasan yang menggunakan bahan plastik, Iglas pun kehilangan pasarnya.
“Swasta menutup alih usaha (PT Industri Gelas), bapak (ke anggota dewan) tahu persis spesifiknya, ini tidak berproduksi lagi (karena banyak kemasan) botol (minuman) menggunakan plastik. (Padahal dulu) 40% produksi Iglas untuk gelas Coca-cola. Kebutuhan Iglas itu,” kata Aloy di depan Komisi VI, Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (16/7).
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana kondisi PT Iglas saat ini?
Merujuk pada laporan Kementerian BUMN dan PT Perusahaan Pengelolaan Aset (Persero) atau PPA, kondisi keuangan Industri Gelas pada 2008 asetnya hanya Rp 188,693 miliar, beban utang Rp 318,993 miliar, ekuitas minus Rp 130,300 miliar, pendapatan Tp 105,291 miliar, dan rugi bersih Rp 86,261 miliar.
Pada 2017, asetnya susut menjadi Rp 119,869 miliar, beban utang Rp 1,097 triliun, ekuitas minus Rp 977,459 miliar, pendapatan Rp 824 juta, dan rugi bersih Rp 55,456 miliar.
Direktur Utama PPA Henry Sitohan mengatakan, pada 2011 lalu, PPA yang ditugaskan untuk menyehatkan perusahaan, memutuskan untuk membiayai penggantian mesin pabrik yang telah diputuskan manajemen. Tak hanya itu, PPA juga merestrukturisasi utang perusahaan.
ADVERTISEMENT
2015 menjadi tahun kejatuhan Iglas sebab sudah tidak lagi berproduksi. Meski sudah dibantu PPA, Iglas masih tetap merugi.
“Untuk menghentikan bleeding, PT Iglas melakukan penghentian kegiatan operasional usaha dan PHK karyawan pada tahun 2015,” kata Henry.

Di tahun 2018, PPA menyatakan mesin-mesin pabrik sudah tidak layak dioperasionalkan. Karyawan yang telah di-PHK, pesangonnya dibayar secara bertahap dengan dukungan pendanaan dari PPA. Aset Iglas di Jalan Ngagel, berupa lahan bekas pabrik juga masih dalam sengketa dengan Pemkot Surabaya dan Pengadilan Negeri memenangkan oleh Pemkot. Iglas pun naik banding.
Hingga kini, PPA masih melakukan proses pencairan mitra strategis untuk mendukung upaya penyehatan melalui transformasi bisnis dengan optimalisasi lahan dan pemanfaatan pabrik.
ADVERTISEMENT
“Lalu kita juga lakukan restrukturisasi kewajiban (beban utang) PT Iglas dan penyelesaian sengketa lahan di Surabaya dengan Pemkot Surabaya,” pungkas Henry.