Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Dulu Tarif PCR Jutaan Kini Cuma Rp 275 Ribu, Kok Bisa?
8 November 2021 12:39 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Baru-baru ini, pemerintah menurunkan tarif tes PCR untuk pulau Jawa dan Bali Rp 275 ribu dan di luar dua pulau itu Rp 300 ribu. Sebelumnya, harga untuk sekali tes mencapai Rp 900 ribu bahkan ada yang jutaan rupiah.
ADVERTISEMENT
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto, mengatakan ada banyak faktor yang membuat harga PCR hari ini berbeda dengan di awal pandemi. Seto menyebut, saat awal pandemi, sangat susah mencari alat PCR, ekstraksi RNA, dan reagen, bahkan sampai harus rebutan dengan negara lain.
"Saat ini kondisi pasokannya jauh lebih baik, sehingga ketersediaan alat dan reagen lebih banyak dan lebih murah," kata dia dalam keterangannya, Senin (8/11).
Seto yang juga tim dari Menko Luhut Binsar Pandjaitan dalam penanganan COVID-19 bercerita pemerintah harus mencari alat PCR, reagen, dan ekstraksi RNA ke berbagai negara. Mulai dari Jerman hingga China.
Dia ingat, saat Maret 2020, dirinya mengusulkan ke Luhut untuk membantu negara mencari alat-alat PCR. Sebab, harga PCR saat itu sangat mahal, bahkan ada yang mencapai Rp 7 juta saat itu.
ADVERTISEMENT
Karena itu, pada April 2020, Luhut ikut membantu pengadaan tes PCR ini melalui PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) atau GSI Lab .
Setelah alat datang, bukan berarti barang bisa langsung digunakan, karena kita harus menunggu reagen PCR datang. Awal Mei, reagen-nya kemudian baru datang. Masalah belum selesai, para laboratorium itu kemudian juga menyampaikan bahwa mereka butuh VTM (Viral Transport Medium).
Masalah kemudian muncul karena alat ekstraksi RNA yang kita pesan dari Roche tidak bisa didapatkan. Kalau tidak salah karena suplai barangnya sangat terbatas dan diperebutkan oleh negara-negara lain juga.
"Kita waktu itu memutuskan untuk cari merek lain. Setelah tanya-tanya dari masing-masing lab, dapatlah rekomendasi merek Qiagen dari Jerman. Kita pesan barangnya, namun ternyata mereka tidak bisa memenuhi reagen-nya. Alat ekstraksi RNA ini memang menggunakan closed system, artinya hanya bisa digunakan dengan reagen yang diproduksi mereka sendiri," ujarnya.
Dalam pengadaan tes PCR melalui GSI Lab, Seto menegaskan Luhut tidak mengambil keuntungan sedikit pun. Mahal, menurutnya, dia banyak dikontak teman-temannya di China yang mau memberikan bantuan penanganan COVID-19 ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Terkait harga PCR, hal tersebut bukan wewenang Pak Luhut dalam memutuskan. Evaluasi dilakukan secara berkala oleh Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Semuanya melalui proses pemeriksaan di BPKP untuk kemudian memberikan masukan kepada Kemenkes, lalu diputuskan," terangnya.
Sebelumnya, Juru bicara Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi menegaskan pemerintah akan secara berkala melakukan evaluasi tarif tes RT-PCR. Hal ini dilakukan untuk memastikan masyarakat mendapatkan pemeriksaan sesuai dengan harga yang seharusnya dibayarkan.
Nadia menganalogikan harga tes PCR dengan tinggi dan langkanya stok masker serta APD di awal pandemi yang juga berpengaruh terhadap harga saat itu. Kondisi ini berangsur-angsur membaik dengan semakin bertambahnya produsen masker dan APD seiring berjalannya waktu.
ADVERTISEMENT
Saat awal pandemi, kata Nadia, produsen reagen swab RT-PCR di Indonesia tak sampai 30. Namun, kini terdapat lebih dari 200 jenis reagen swab RT-PCR yang masuk ke Indonesia dan mendapatkan izin edar dari Kemenkes dengan harga yang bervariasi. Artinya, sudah terjadi persaingan variasi dan harga untuk komponen reagen swab RT-PCR.
Nadia menjelaskan, perhitungan biaya pengambilan dan pemeriksaan tes PCR terdiri dari komponen-komponen jasa pelayanan atau SDM, komponen reagen dan bahan habis pakai (BHP), komponen biaya administrasi, overhead, dan komponen biaya lainnya yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. Ia menegaskan evaluasi harga PCR akan terus dilakukan untuk menutup celah kepentingan bisnis.