'Durian Runtuh' Penerimaan Negara Harus Terkuras Habis Demi Subsidi BBM

28 Agustus 2022 7:59 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan, Sri Mulyani memberikan keterangan pers terkait APBN Kinerja dan Fakta (Kita) Agustus 2019 di Kantor Kemenkeu. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan, Sri Mulyani memberikan keterangan pers terkait APBN Kinerja dan Fakta (Kita) Agustus 2019 di Kantor Kemenkeu. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
'Durian runtuh' alias keuntungan penerimaan negara dari kenaikan harga komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara dan CPO, berisiko habis jika subsidi BBM terus ditambah. Bahkan, di tahun 2023, diyakini Indonesia tak akan lagi mengalami windfall profit.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan penyesuaian harga BBM perlu dilakukan agar APBN 2023 tidak jebol karena beban subsidi dan kompensasi yang terus membengkak di tahun ini.
Sri Mulyani menjelaskan, anggaran subsidi dan kompensasi di tahun ini yang telah membengkak sampai Rp 502,4 triliun, berpotensi harus ditambah lagi sebesar Rp 195,6 triliun, menjadi Rp 698 triliun.
"Kalau tadi Rp 195,6 triliun tidak kita sediakan di tahun ini maka dia akan ditagih di APBN 2023. Jadi tidak berarti tidak ada, tagihannya dapatnya tahun depan pas kita sedang menjaga APBN kita defisit kurang dari 3 persen," katanya saat konferensi pers, Jumat (26/8).
Menkeu melanjutkan, tambahan anggaran sebesar Rp 195,6 triliun tersebut adalah separuhnya dari alokasi subsidi dan kompensasi energi di APBN 2023 yakni Rp 336,3 triliun. Sehingga jika di-carry over atau digeser untuk tahun depan maka tidak akan cukup.
ADVERTISEMENT
"Kita anggarkan Rp 336,3 triliun, jadi kalau ada tagihan di 2022 nanti berarti lebih dari separuh terpakai untuk membayar subsidi di tahun 2022. Bayangkan di tahun 2023 pasti anggaran subsidi dan kompensasi menjadi tidak mencukupi," ungkap dia.
Pertamina pastikan stok Pertalite dan Solar aman. Foto: Pertamina
Sri Mulyani mengatakan, jika hal tersebut terjadi, maka persoalan pembengkakan anggaran subsidi energi di tahun ini akan terus terjadi di beberapa tahun kemudian.
Sementara itu, lanjut Menkeu, negara mendapatkan windfall profit atau keuntungan besar dari melonjaknya harga-harga komoditas di tahun ini sekitar Rp 420 triliun. Namun demikian, keuntungan tersebut bahkan habis untuk menutupi kebutuhan energi nasional.
"Dengan penerimaan negara yang bertambah Rp 420 triliun pun pakai semua untuk subsidi energi Pertalite, Solar, LPG 3 kg, dan listrik itu tidak akan mencukupi seluruh windfall profit dipakai semua, jadi tidak cukup karena akan habis," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani menuturkan surplus yang terjadi di APBN setiap bulan di tahun ini pun tidak akan berlangsung lama karena akan ada adjustment atau penyesuaian usai diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di September 2022.
"Nanti APBN akan mulai adjusted dari surplus-surplus yang kelihatannya kita punya tadi akan langsung habis saja untuk membayar (subsidi energi) itu," tegas dia.