Edhy Prabowo - tersangka KPK

Edhy Prabowo Diciduk KPK, Eksportir Benih Lobster Buka Suara

26 November 2020 13:20 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, sebagai tersangka. Edhy bersama 6 pejabat KKP ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan calon eksportir benih lobster.
ADVERTISEMENT
Politikus Gerindra itu dicokok lembaga antirasuah saat baru saja kembali dari perjalanan dinas ke Honolulu, Amerika Serikat, Rabu dini hari (25/11).
Setelah dibawa ke KPK dan menjalani gelar perkara, ia pun ditetapkan sebagai tersangka. Edhy disinyalir menerima suap senilai miliaran rupiah.
Usai kasus ini mencuat, para eksportir benih lobster pun mulai buka suara terkait berbagai kejanggalan dalam kegiatan ekspor benih lobster.
Ketua Dewan Pembina Lombok Lobster Association, Mahnan Rasuli, mengungkapkan dirinya telah mencium adanya praktik penyelewengan sejak keran ekspor benih lobster itu dibuka oleh Edhy.
Mahnan membenarkan adanya praktik monopoli, terutama dalam hal penunjukan perusahaan penyedia jasa layanan kargo udara khusus pengiriman benih lobster.
"Benar, ada monopoli kargo, ada penerbitan SKAB (Surat Keterangan Asal Barang) tanpa cek and ricek, sampai pada budidaya yang terindikasi fiktif," ujar Mahnan kepada kumparan, Kamis (26/11).
ADVERTISEMENT
Mahnan mengungkapkan, sejak awal implementasi Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 memang berjalan tak sesuai janji Menteri KP Edhy Prabowo. Beleid yang semula digaungkan membawa semangat budidaya dan kesejahteraan nelayan itu, justru malah kian menyulitkan mereka.
"Nelayan jadi objek. Budidaya hanya pemanis, tidak ada (sampai sekarang)," tuturnya.
Menurutnya, lahan budidaya yang dijanjikan hingga kini tidak pernah terlaksana. Sementara di sisi ekspor benih lobster, para nelayan ini malah merana lantaran tingginya biaya kargo ditambah sulitnya akses perizinan.
"Hanya pihak tertentu yang bisa mengakses izin ekspor, kita pelaku jadi pembantu di rumah sendiri. Ditambah lagi pembayaran kargo Rp 1.800 per ekor bikin sulit," ujarnya.
"Belum lagi PNBP, itu yang bikin rekan-rekan pelaku usaha mau tidak mau bermain di SKAB, di mana jumlah barang yang tertuang di SKAB berbeda dengan fakta untuk menghindari PNBP dan kargo yang begitu mahal," sambung Mahnan.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, sambung Mahnan, praktik ini ia yakini merugikan negara dalam jumlah miliaran rupiah. Atas dasar itu, ia meminta agar KPK menyisir lebih jauh lagi praktik perizinan ekspor benih lobster ini.
Barang bukti benih lobster hasil penindakan ditunjukkan petugas Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Wilayah Jawa Timur I, Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (24/6). Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq

Dugaan Monopoli Kargo dan Izin Eksportir Benih Lobster

Setelah Edhy Prabowo ditangkap KPK, praktik adanya monopoli kargo dan calon eksportir benih lobster mulai mengemuka. Edhy sendiri, setelah pemeriksaan KPK, diduga menerima suap senilai Rp 4,8 miliar.
Deputi Penindakan KPK, Irjen Karyoto, mengungkapkan ada kemungkinan suap tersebut tak hanya berasal dari satu perusahaan yang telah ditetapkan sebagai eksportir benih lobster.
"Ini baru satu kejadian pintu masuk, kan ada beberapa perusahaan yang ada. Nanti akan kita list berapa perusahaan yang mendapatkan izin dari proses ini," ujar Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu malam (25/11).
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, KPK baru menemukan satu perusahaan yang diduga menyuap Edhy yakni PT Dua Putra Perkasa. Suap diduga diberikan Direktur PT DPP, Suharjito, kepada Edhy senilai USD 100 ribu atau sekitar 1,41 miliar pada Mei 2020. Sedangkan sisanya Rp 3,4 miliar diduga berasal dari beberapa perusahaan lain.
Suap dari perusahaan eksportir benih lobster lain diduga dikirim ke rekening PT Aero Citra Kargo (ACK). PT ACK merupakan satu-satunya perusahaan kargo yang ditetapkan KKP sebagai pengangkut benih lobster dari para eksportir.
Bersama Edhy, turut diamankan salah satu pengurus PT Aero Citra Kargo bernama Siswadi.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Kelautan dan Perikanan Indonesia (APKPI), Buntaran, mengakui bahwa pengangkutan benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK ini. Ia sendiri tidak mengetahui pasti alasan penunjukan ACK sebagai perusahaan tunggal dalam jasa pengangkutan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Pendapat kami sebaiknya eksportir bebas memilih cargo sendiri supaya bisa nego biayanya. Karena kalau biaya cargo tinggi, akan pengaruh pada harga nelayan," ujar Buntaran kepada kumparan, Rabu (25/11).
Sumber lain kumparan yang juga eksportir benur, mengungkap bahwa ada potensi keuntungan miliaran yang diraup dari praktik monopoli tersebut. Sebab ada selisih hingga Rp 1.600 per ekor di biaya pengiriman menggunakan jasa ACK dibanding perusahaan lainnya.
"Monopoli cargo rupanya menjadi profit center-nya, bayangin 37 juta dikali Rp 1.600 sekali ekspor," pungkas sumber kumparan tersebut.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten