Ekonom Anggap Status RI Jadi Negara Berpendapatan Menengah Atas Tidak Istimewa

5 Juli 2023 17:28 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira. Foto: Jafrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira. Foto: Jafrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif dan Ekonom CELIOS, Bhima Yudhistira, memberi catatan tentang capaian Indonesia mendapat status upper middle income countries atau negara dengan pendapatan menengah atas per Juli 2023. Kabar itu sebelumnya disambut baik oleh Presiden Jokowi.
ADVERTISEMENT
Bhima menilai pekerjaan rumah Indonesia sesungguhnya adalah menjadi negara dengan pendapatan tinggi. Kalau hanya negara berpendapatan menengah atas, kata Bhima, itu bukan suatu yang luar biasa.
"Proses dari lower jadi upper ini tidak sesulit kita masuk high income country. Sekarang butuh 7 sampai 8,5 persen rata-rata pertumbuhan pasca pandemi untuk bisa jadi negara maju. Apakah 2045, kalau rata rata pertumbuhan 5 persen, bisa 2070 Indonesia keluar jadi negara maju, bukan Indonesia emas 2045 tapi 2070," kata Bhima saat ditemui di Jakarta, Selasa (5/7).
"Artinya butuh waktu yang sangat banyak bahkan kita bisa terjebak dalam middle income trap. Jadi bayangkan 2030-2070 kita masuk jadi negara kelas menengah terus," tambahnya.
Selain itu, Bhima menyebut capaian PDB per kapita Indonesia saat ini sebentar lagi akan tersalip dengan negara tetangga yaitu Filipina dan Vietnam. Ia memperkirakan dalam 3 tahun dua negara ASEAN itu akan mengejar Indonesia. Bhima melihat pertumbuhan industri hingga produktivitas kerja sampai penambahan nilai ekspor yang semakin ekspansif di dua negara itu.
ADVERTISEMENT
Alih-alih jadi negara dengan ekonomi sebesar Amerika Serikat, Bhima justru mengingatkan pemerintah Indonesia jangan terlena hanya dengan capaian negara berpendapatan menengah atas.
"Indonesia kapan jadi Amerika, nanti dulu. Ini Filipina dan Vietnam bentar lagi akan sama dengan kita. Makannya ini jadi tantangan ke depan. Kita tidak perlu berbangga sebagai upper middle income," ujar Bhima.

Tantangan yang Dihadapi Indonesia

Bhima menilai status yang disandang Indonesia saat ini justru akan menghadirkan tantangan baru. Misalkan, tantangan untuk mendapatkan pendanaan akan lebih menantang dibanding ketika Indonesia berstatus sebagai negara berpendapatan menengah.
"Implikasinya bunga akan jauh lebih mahal dan disuruh mencari pendanaan di pasar. Akhirnya dominasi surat berharga negara makin membebani utang dalam jangka panjang," ungkap Bhima.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Indonesia akan kehilangan keuntungan mendapatkan keringanan nol tarif untuk barang-barang yang diekspor ke negara-negara maju. Bhima mencontohkan, negara maju seperti Amerika Serikat biasanya memiliki fasilitas perdagangan yang memberikan fasilitas 0 persen tarif bea masuk dari negara berkembang untuk produk-produk yang dipasarkan ke negaranya.
"Ketika status Indonesia naik, maka ada koreksi atau barang Indonesia dikeluarkan sebagian besar karena dianggap Indonesia enggak perlu bantuan masuk ke negara maju dengan nol persen tarif," kata dia.
Selain itu, ada lagi masalah ketimpangan sosial bahwa peningkatan status pendapatan negara menengah atas tidak menjamin pemerataan pendapatan penduduk Indonesia. "Jadi ada isu ketimpangan," tutur Bhima.
Presiden Jokowi menyampaikan sejumlah arahan pada Sidang Kabinet Paripurna, Istana Negara, Jakarta, Selasa (6/12/2022). Foto: Dok. Kris - Biro Pers Sekretariat Presiden
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku bersyukur atas keputusan Bank Dunia kembali memasukkan Indonesia sebagai upper middle income countries per Juli 2023.
ADVERTISEMENT
Presiden mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih relatif tinggi, berada di atas 5 persen selama 6 kuartal berturut-turut. Kondisi ini patut disyukuri setelah Indonesia terpuruk karena pandemi COVID-19.
"Ini proses pemulihan yang cepat setelah kita turun ke growth lower income countries di tahun 2020 karena pandemi," kata Jokowi dalam pengantar di Sidang Kabinet, Senin (3/7).