Ekonom Anggap Target Ekonomi Tumbuh 9 Persen Era Prabowo Berat Dicapai

12 Oktober 2024 12:19 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prabowo Subianto dalam Rapimnas Partai Gerindra 2024, Padepokan Garudayaksa, Hambalang, Bogor, 30 Agustus 2024. Foto: Instagram/@prabowo
zoom-in-whitePerbesar
Prabowo Subianto dalam Rapimnas Partai Gerindra 2024, Padepokan Garudayaksa, Hambalang, Bogor, 30 Agustus 2024. Foto: Instagram/@prabowo
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden terpilih Prabowo Subianto menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu mencapai 9 persen. Namun, angka pertumbuhan tersebut dianggap berat untuk dicapai.
ADVERTISEMENT
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan beberapa faktor untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi seperti ekspor dan investasi langsung asing belum bisa diandalkan.
“Terlalu overshoot target pertumbuhan ekonomi Prabowo. Motor ekspor dan investasi langsung asing (FDI) belum bisa diandalkan. kondisi global sedang lesu, mitra dagang terbesar Indonesia yakni China diperkirakan tumbuh 4,3 persen di 2025,” kata Bhima kepada kumparan, Sabtu (12/10).
Bhima menyebut China sebagai salah satu negara yang pertumbuhan ekonominya punya pengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurutnya, setiap pertumbuhan ekonomi China melambat 1 persen maka efeknya adalah perlambatan 0,3 persen bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
“Investasi juga bergantung dari prospek ekonomi China. Padahal setiap 1 persen ekonomi China mengalami perlambatan maka efeknya 0,3 persen ke pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujar Bhima.
ADVERTISEMENT
Untuk pengaruh dari dalam negeri, Bhima mengatakan konsumsi rumah tangga masih rendah. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang cenderung kontraktif ke kelas menengah, seperti tarif pajak PPN yang naik.
Jika mengejar pertumbuhan ekonomi yang pesat, Bhima menyarankan agar Indonesia harus lepas dari kebergantungannya akan komoditas ekstraktif. Ke depan, Indonesia dapat mengejar komoditas yang punya nilai tambah tinggi seperti industri semikonduktor.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira. Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan
“Motor pertumbuhan perlu lepas dari ketergantungan komoditas ekstraktif. Kita harus kejar potensi yang nilai tambahnya tinggi seperti semiconductor yang Malaysia kini sedang fokus,” katanya.
Sedangkan untuk nikel, Bhima menuturkan perlu dibangun rantai pasok domestik agar produksi baterai dan stainless steel bisa dilakukan di dalam negeri.
Sebelumnya, Prabowo optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu mencapai 9 persen. Menurutnya, hal ini bukan hal yang mustahil.
ADVERTISEMENT
"Tidak akan lari kalau cita-citamu benar, kau bekerja keras, insyaallah never give up, never surrender, jatuh bangun lagi, jatuh bangun lagi. Memangnya ada yang kasihan lu jatuh? Jadi siapa tahu nanti tidak 8 persen, kalau 9 persen gimana? Lu enggak percaya kan? Tunggu tanggal mainnya," ujar Prabowo dalam BNI Investor Daily Summit, Rabu (9/10).