Ekonom Beberkan Penyebab RI Deflasi 5 Bulan Beruntun

5 Oktober 2024 13:33 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
 Pedagang sayuran di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Foto: Argya D. Maheswara/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pedagang sayuran di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Foto: Argya D. Maheswara/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Harga pangan disebut Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sebagai salah satu penyebab terjadinya deflasi di Indonesia lima bulan berturut-turut. Pada September 2024, deflasi Indonesia sebesar 0,12 persen secara bulanan atau month to month (mtm).
ADVERTISEMENT
Ekonom Pangan dan Pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, menyebut menurunnya harga pangan (volatile food) selaras dengan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) sektor pertanian September 2024, yang terus menurun sejak mencapai puncaknya di April 2024.
“IHPB pertanian bulan September 2024 mencapai 2,14 persen (yoy), terus menurun sejak mencapai puncaknya pada momen Idul Fitri April 2024 lalu (9,10 persen yoy). Jadi memang penyebab utama deflasi ini karena kenaikan harga pangan amat sangat tinggi di akhir 2023 hingga awal tahun 2024,” kata Eliza kepada kumparan, Sabtu (5/10).
Eliza mengatakan harga komoditas sayuran anjlok disebabkan oleh oversupply yang tidak diimbangi dengan kemampuan penyimpanan komoditas sayuran untuk jangka panjang. Situasi ini juga membuat banyak petani merugi karena membusuknya komoditas sayuran.
ADVERTISEMENT
“Mengingat karakteristik tanaman sayuran ini mudah busuk, ketika harga anjlok seperti saat ini petani lebih memilih diberikan hasil panennya bahkan ada yang dibuang karena dari pada lama disimpan di petani ini akan membusuk,” ujar Eliza.
Eliza mengungkapkan hampir 56 persen konsumsi dari masyarakat kelas menengah dan bawah adalah untuk kebutuhan pangan. Namun, kini ketika jumlah kelas menengah menurun, daya beli juga ikut menurun. Situasi ini juga perparah dengan banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Akhirnya daya beli masyarakat terus melemah hingga saat ini. diperparah dengan banyaknya PHK yg menyebabkan daya beli masyarakat kian tertekan,” kata Eliza.
Eliza menuturkan situasi ini sebenarnya sudah mulai dirasakan pada akhir 2023 dan kondisi daya beli masyarakat terus melemah hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
“Sebetulnya lampu kuning pelemahan daya beli ini sudah terasa sejak akhir tahun 2023 bahkan. Saat ini sudah beneran melemah,” tutur Eliza.