Ekonom Beri Sederet PR untuk Mentan Syahrul Yasin Limpo

23 Oktober 2019 16:13 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Syahrul Yasin Limpo tiba di kompleks istana. Foto: Kevin S. Kurnianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Syahrul Yasin Limpo tiba di kompleks istana. Foto: Kevin S. Kurnianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Syahrul Yasin Limpo sudah ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Pertanian di Kabinet Indonesia Maju. Sederet pekerjaan rumah khususnya di sektor pertanian dan peternak sudah menanti politisi Partai Nasdem itu.
ADVERTISEMENT
Guru Besar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa mengatakan, terkait permasalahan dalam kebijakan pangan, Kementerian Pertanian bisa mengkaji ulang pemberian bantuan subsidi. Selama ini, lanjutnya, program subsidi baik pupuk maupun benih, maupun alat-alat pertanian masih belum berjalan dengan baik.
“Itu kan dipegang oleh sejumlah pihak jadi ada beberapa kepentingan di dalamnya,” katanya saat dihubungi kumparan, Rabu (23/10).
Dia menjelaskan, program bantuan subsidi harusnya diberi secara langsung kepada para petani. Caranya bisa dengan skema transfer tunai. Hal ini dia nilai lebih baik ketimbang subsidi diberikan berupa barang jadi.
Tidak hanya itu, pekerjaan rumah menantang lainnya menyangkut produksi produk hortikultura seperti cabai dan bawang merah yang masih turun naik. Hal ini berdampak pada fluktuasi harga yang cukup tajam di pasaran.
ADVERTISEMENT
Misalnya cabai. Data produksi cabai setiap tahunnya jauh lebih besar dibandingkan konsumsinya. Misalnya, produksi cabai rawit di tahun 2015 mencapai 796.676 ton sedangkan konsumsinya hanya 335.968 ton atau surplus 50.388 ton. Di tahun 2016, produksi cabai rawit mencapai 818.530 ton sedangkan konsumsi 350.183 ton atau surplus 46.771 ton. Sementara itu di tahun 2017 produksinya diperkirakan mencapai 857.045 ton sedangkan konsumsi hanya 364.570 ton atau surplus 51.062 ton.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Foto: Kevin Kurnianto/kumparan
Kejadian pada cabai dan bawang juga menular pada daging dan telur ayam. Produksinya surplus, tapi lagi-lagi harganya di pasaran sering berfluktuasi. Penyebabnya, produksi yang tidak stabil. Tidak heran, cabai, bawang, telur dan daging ayam kerap menjadi pemicu inflasi.
Lalu, pekerjaan rumah besar lainnya menyangkut program swasembada daging yang dicanangkan 2025. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Rochadi Tawaf menyebut, pemerintah belum berhasil menaikkan angka produksi daging nasional.
ADVERTISEMENT
Selama ini, Kementan sudah melakukan berbagai macam cara untuk menaikkan produksi daging nasional. Misalnya program upaya khusus sapi indukan wajib bunting (siwab).
Bagi Rochadi, program ini dinilai kurang serius digalakkan. Pemerintah justru jor-joran membuka keran impor daging sapi dan kerbau dari India yang belum tentu aman dari penyakit mulu dan kuku (PMK).
“Sekarang kondisinya terjadi de-industrialisasi atau sunset bisnis sapi potong. Buktinya dari 14 perusahaan feedloter telah bangkrut dan mengancam 30 industri sapi potong. Padahal industri ini sudah berkontribusi sekitar triliunan rupiah selama ini,” ucapnya.