Ekonom: Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng, Malaysia Bisa Ambil Untung

24 April 2022 13:19 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas melayani warga membeli minyak goreng pada Bazaar Minyak Goreng Murah Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (20/4/2022).  Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas melayani warga membeli minyak goreng pada Bazaar Minyak Goreng Murah Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (20/4/2022). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kebijakan Presiden Jokowi melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya mulai 28 April 2022, dinilai akan memberikan dampak positif sekaligus efek negatif.
ADVERTISEMENT
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy, menilai dari sisi baiknya larangan ekspor bisa digunakan pemerintah untuk konsolidasi kebijakan di dalam negeri, terutama pemantauan kebutuhan CPO dan minyak goreng untuk produk turunannya.
Apalagi, kata Yusuf, kekurangan produksi dan kebutuhan untuk penyaluran biodiesel disinyalir menjadi salah satu faktor kenaikan harga minyak goreng beberapa waktu lalu.
"Jika pemetaan berhasil, kebutuhan dari sisi suplai diikuti dengan kebijakan seperti pengawasan jalur distribusi, saya kira kebijakan ini secara bertahap mampu mendorong harga minyak goreng ke level yang lebih rendah karena sekali lagi kebutuhan stok yang bahan baku yang sudah terpenuhi," kata Yusuf saat dihubungi, Minggu (24/4).
Sementara dari sisi negatifnya, Yusuf mengatakan Indonesia adalah produsen minyak goreng terbesar. Maka kebijakan larangan eskpor sudah pasti akan mendorong harga CPO dan produk turunannya meningkat.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, negara-negara seperti India dan China yang merupakan importir utama produk CPO perlu mencari pasar alternatif lain selain dari Indonesia.
Yusuf menilai kondisi tersebut tidak hanya membuat Malaysia yang akan mengambil keuntungan, tetapi juga negara produsen CPO lainnya seperti di Amerika Latin.
"Di sisi lain, kebijakan ini juga tentu menghilangkan potensi penerimaan negara terutama bea keluar khusus untuk produk CPO. Namun demikian saya kira penurunan penerimaan bea keluar dari CPO dan produk turunannya masih dapat dikompensasi dari kenaikan setoran dari komoditas lain," terang Yusuf.
Warga antre membeli minyak goreng curah di sebuah agen penjualan minyak goreng di Tamanagung, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, Kamis (24/3/2022). Foto: Anis Efizudin/Antara Foto
Di tengah pelarangan ekspor tersebut, sebenarnya ekspor olein di Januari sampai Februari 2022 ada 1.144,96 ton atau turun dari periode sama tahun lalu sebanyak 1.701,70 ton.
ADVERTISEMENT
Yusuf merasa penurunan tersebut bukan berarti membuat kebijakan larangan ekspor menjadi tidak relevan, karena pengusaha dianggap sudah mementingkan kebutuhan dalam negeri.
Yusuf menilai penurunan ekspor olein tersebut menunjukkan dua kemungkinan, yaitu pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan juga menurunnya permintaan dari negara tujuan ekspor.
Dia menyebut di awal tahun memang pemerintah sempat mendorong kebijakan DMO untuk minyak goreng.
"Dengan peruntukan DMO ketika itu, sempat mendorong harga turun meskipun tidak begitu signifikan, sehingga inilah yang kemudian mendasari pemerintah mendorong kebijakan larangan ekspor CPO dan produk turunannya," ujar Yusuf.
"Dan saya kira jika proses pemetaan seperti yang dijelaskan di atas sudah berjalan optimal, saya kira pemerintah akan membuka kembali ekspor CPO dan produk turunannya secara bertahap," ujarnya.
ADVERTISEMENT