Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ekonom Minta Besaran JKP Ditingkatkan Lagi: Supaya Korban PHK Bisa Survive
16 September 2024 19:00 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Aturan mengenai Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP ) BPJS Ketenagakerjaan baru akan membuat para korban PHK akan mendapat uang tunai sebesar 45 persen dari upah maksimal Rp 5 juta dari bulan pertama hingga bulan keenam.
ADVERTISEMENT
Namun, angka ini menurut pengamat masih dipandang harus ditingkatkan kembali. Hal ini disampaikan oleh Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad yang menyebut persentase besaran JKP 45 persen masih dinilai kecil.
“Saya kira ini kan sifatnya ya sementara ya, artinya agar mereka punya katakanlah masa transisi ya, mencari pekerjaan baru ataupun transisi katakanlah beralih profesi ya, sebenarnya nilainya kecil kalau basisnya adalah katakanlah UMK atau UMP. Ya bagi mereka hanya survival begitu ya kalau saya memang nilai itu harusnya bisa lebih baik lagi begitu, lebih tinggi lagi, sehingga masa survival ini mereka masih cukup kuat lah begitu,” kata Tauhid kepada kumparan, Senin (16/9).
Sebelumnya, aturan JKP hanya memberi uang tunai sebesar 45 persen dari upah maksimal Rp 5 juta selama tiga bulan pertama. Setelah itu, besaran JKP hanya memiliki besaran 25 persen.
ADVERTISEMENT
Tauhid menyebut besaran JKP 45 persen hanya bisa memenuhi kebutuhan pokok. Namun, jika besaran persentase JKP ditingkatkan lagi, ada konsekuensi yang akan muncul. Tauhid menyebut iuran BPJS Ketenagakerjaan bisa saja mengalami kenaikan jika persentase JKP di atas 45 persen.
“Mungkin emang konsekuensinya nanti iuran BPJS JKP-nya agak naik kalau katakanlah besaran persentase naik konsekuensinya itu sih gitu ya, tapi kalau dari segi cukup ya kurang lah gitu karena itu hanya untuk kebutuhan pokok,” lanjutnya.
Ia juga menyebut sampai saat ini JKP berupa bantuan tunai sudah dinilai tepat. Menurutnya, jika JKP diberikan dalam bentuk non-tunai maka akan sulit karena harus menyesuaikan kebutuhan masing-masing keluarga korban PHK yang memiliki prioritas kebutuhan yang berbeda.
ADVERTISEMENT
“Kalau orang kena PHK pasti mereka akan kebutuhan pokoknya lebih tinggi ya, makanan maupun non-makanan biar sudah tahu kalau non-makanan itu pendidikan anak, kesehatan dan sebagainya tentu utamanya adalah tunai begitu ya kalau non-tunai dalam bentuk natural barang ya nggak pas karena kebutuhan masing-masing keluarga pasti berbeda ya sesuai prioritas,” jelas Tauhid.
Ia juga menyebut korban PHK sangat membutuhkan akses tunai yang cepat ketimbang mereka harus menjual aset yang dimiliki.
“Mereka pasti butuh uang cepat gitu daripada mereka katakanlah menjual aset yang mereka miliki selama ini risikonya akan sangat lebih besar gitu di luar tunai,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pemerintah akan memberi JKP dengan besaran yang sama dari bulan pertama hingga bulan keenam untuk korban PHK yang memenuhi syarat. Hal ini diungkap Airlangga usai sidang kabinet di IKN, Jumat (13/9).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Pasal 11 Ayat 7 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, korban PHK yang berhak masuk dalam program JKP adalah pekerja dengan upah maksimal Rp 5 juta.