Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Ekonom Minta Tarif Pajak E-commerce Dipatok Tinggi, Ini Alasannya
26 September 2023 20:53 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Ekonom mengusulkan pemerintah mengenakan tarif pajak tinggi untuk e-commerce. Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, menilai hal itu untuk mendongkrak penjualan di toko offline, seperti di Pasar Tanah Abang.
ADVERTISEMENT
Kondisi tersebut tidak terlepas dari turunnya kinerja UMKM yang diduga karena gempuran produk di e-commerce, termasuk di TikTok Shop.
“Pemerintah bisa melakukan dengan skema perpajakan. Kemudian sosial medianya tetap ada, tapi memang dengan pengawasan administrasi yang baik. Nah tarif pajaknya bisa dikenakan relatif lebih mahal untuk e-commerce,” kata Andry saat Media Gathering di Puncak Bogor, Selasa (26/9).
Andry menganggap dengan tarif yang tinggi masyarakat akan lebih memilih untuk belanja secara langsung. Hal itu tentu berdampak terhadap keberlangsungan UMKM di Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Ihsan Priyawibawa, mengungkapkan TikTok hanya terdaftar di Indonesia sebagai salah satu pemungut PPN PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) sejak 2020.
ADVERTISEMENT
Artinya, TikTok memiliki tugas sebagai pemungut pelapor dan penyetor PPN atas barang dan jasa digital yang dijual di Indonesia salah satunya adalah iklan.
"TikTok melakukan setoran pajak terhadap aktivitas pemungutan PPN atas transaksi-transaksinya di Indonesia. Jadi orang Indonesia memanfaatkan jasa TikTok jadi pemungut PPN-nya," kata Ihsan.
Sayangnya Ihsan tak mau merinci berapa total setoran PPN PMSE perusahaan yang berbasis di China itu. Ia mengaku masih mempelajari model bisnis dari TikTok Shop. Apalagi, TikTok Shop merupakan e-commerce yang berbasis di luar negeri, bukan Indonesia.