Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Ekonom Sebut Penurunan Bunga Kredit Tak Jamin Permintaan Naik, Ini Penyebabnya
8 Februari 2021 9:20 WIB

ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) beberapa kali mengimbau perbankan untuk menurunkan bunga kredit. Hal ini demi merespons penurunan suku bunga acuan atau BI 7 Day Repo Rate (BI7DRR) yang sudah di level terendah sepanjang masa.
ADVERTISEMENT
Namun ekonom menilai, penurunan bunga kredit sebenarnya bukan jaminan permintaan kredit akan meningkat.
Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah, mengatakan rigiditas atau kekakuan suku bunga kredit adalah fenomena moneter. Menurut dia, belum turunnya suku bunga kredit ketika suku bunga acuan turun, bukan disebabkan kurang transparannya bank dalam proses penetapan suku bunga kredit.
"Bukan juga disebabkan oleh kurang efisiennya pengelolaan bank. BI seharusnya sudah sejak dulu menganalisis penyebab tidak berjalannya transmisi moneter jalur suku bunga," ujar Piter dalam keterangannya, Senin (8/2).
Dia melanjutkan, Bank Indonesia perlu mengevaluasi operasi moneter. Menurutnya, sistem insentif yang diciptakan oleh operasi moneter BI membuat bank punya bargaining position yang besar terhadap nasabah kredit.
"Di sisi lain, nasabah pemilik dana besar punya bargaining yang besar terhadap bank dan mampu menetapkan suku bunga," katanya.
ADVERTISEMENT
"Jadi untuk menghilangkan rigiditas suku bunga kredit, BI menurut saya perlu melakukan evaluasi terhadap operasi moneternya," jelasnya.
Dalam penelitian yang dilakukan Piter pada 2015 tentang perilaku pembentukan suku bunga bank umum menggunakan pendekatan game theory, menunjukkan bahwa ketika BI menurunkan suku bunga acuan, respons terbaik (nash equilibrium) dari bank-bank adalah menurunkan suku bunga deposito dan menahan suku bunga kredit.
"Artinya fenomena rigiditas suku bunga kredit sudah bisa diprediksi sejak awal. Bank-bank akan cenderung memanfaatkan turunnya suku bunga acuan untuk melebarkan net interest margin (NIM) guna mendapatkan keuntungan yang lebih besar," jelas Piter.
Peluang bank mendapatkan keuntungan dengan memperlebar NIM tercipta dari operasi moneter BI. Kebijakan moneter yang cenderung kontraktif menawarkan insentif bagi bank, sehingga bank yang memiliki cost of fund yang cukup rendah, bisa memilih menempatkan dananya di instrumen moneter atau menyalurkannya dalam bentuk kredit.
ADVERTISEMENT
"Bank memiliki bargaining position yang cukup tinggi terhadap nasabah kredit, termasuk dalam hal menetapkan suku bunga," kata dia.
Kepala Ekonom BRI, Anton Hendranata, mengatakan perbankan sudah berusaha menurunkan suku bunga pinjaman. Meskipun hal ini memerlukan waktu.
"Karena urutannya ketika suku bunga acuan BI turun, maka yang turun pertama suku bunga deposito, kemudian suku bunga pinjaman," jelasnya.
Dia menilai, penurunan bunga kredit juga membutuhkan waktu karena adanya beberapa faktor. Mulai dari daya beli yang masih terbatas dan permintaan yang belum kuat.
"Memang agak melambat penurunannya. Ada hal yang ekstraordinary karena pandemi. Pada situasi pandemi permintaan lemah, daya beli masyarakat terbatas," kata dia.
Anton menegaskan, penurunan suku bunga kredit memang diperlukan. Tapi hal ini dinilai tidak cukup dan bukan faktor utama dalam mendorong permintaan dan pertumbuhan kredit.
ADVERTISEMENT
"Pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga, daya beli masyarakat, suku bunga, kualitas kredit yang tercermin dari NPL, dan penjualan eceran," tukasnya.
Beberapa faktor yang dinilai signifikan terhadap pertumbuhan kredit adalah variabel konsumsi rumah tangga, daya beli masyarakat, suku bunga, NPL, dan penjualan eceran. Dan variabel yang paling sensitif atau memiliki elastisitas paling tinggi adalah pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat.
"Jika konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat tidak kuat, maka tidak kuat mendorong penyaluran kredit, meskipun BI sudah menurunkan suku bunga dan perbankan sudah menurunkan bunga," pungkasnya.
Sepanjang tahun lalu, bank sentral telah menurunkan bunga acuan sebesar 125 basis poin (bps) atau 5 persen. Sehingga suku bunga acuan di Januari 2020 menjadi 3,75 persen.
ADVERTISEMENT
Sementara hingga Desember 2020, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Modal Kerja baru tercatat turun 88 bps menjadi 8,88 persen, SBDK Investasi turun 102 bps menjadi 9,21 persen, SBDK Konsumsi turun 65 bps menjadi 10,97 persen.
SBDK ritel turun 84,2 bps menjadi 8,88 persen, korporasi turun 79,9 bps menjadi 8,75 persen, kredit pemilikan rumah (KPR) turun 73,1 bps menjadi 8,36 persen, non-KPR turun 56,3 bps menjadi 8,69 persen, dan mikro turun 49 bps menjadi 7,33 persen.