Ekonom Tak Masalah Pengusaha Besar Bisnis PCR, tapi Jangan Ambil Untung Banyak

3 November 2021 12:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peroses pengecekan PCR di GSI Lab. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Peroses pengecekan PCR di GSI Lab. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Sejumlah pengusaha besar termasuk Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan disebut ikut berbisnis tes PCR karena keterkaitannya dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia atau perusahaan yang mengelola GSI Lab. GSI Lab memberikan layanan tes COVID-19, baik PCR maupun Antigen.
ADVERTISEMENT
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, mengatakan sebenarnya adanya pengusaha besar di bisnis PCR merupakan hal yang wajar. Menurutnya, masyarakat juga susah kalau tidak ada ada yang berani masuk investasi di bisnis PCR.
“Kita tidak menentang bisnis PCR, yang kita tidak setuju dan menentang itu adalah ketika bisnis itu mengambil keuntungan yang berlebihan dan tidak transparan,” kata Piter saat dihubungi, Rabu (3/11).
Piter menegaskan dalam berbisnis ada etika yang harus dijalankan. Ia merasa mereka mengambil banyak keuntungan di tengah masyarakat yang masih terdampak pandemi COVID-19.
“Ada kebijakan-kebijakan yang dinilai tidak etis karena dianggap lebih untuk keuntungan pebisnis. Pandemi dijadikan sebuah pesta mengeruk keuntungan di atas penderitaan orang lain,” ujar Piter.
ADVERTISEMENT
“Bisnis yang tidak beretika itu yang kita tentang. Bukan bisnis PCR-nya. Dan itu berlaku untuk semua bisnis, tidak hanya bisnis PCR,” tambahnya.
Piter berharap langkah bisnis para pengusaha besar tersebut tidak boleh dibiarkan begitu saja. Menurutnya, harus ada sanksi kepada pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut.
“Tapi harus jadi pelajaran, jangan sampai terulang. Dan mereka yang terlibat dalam pelanggaran etika ini seharusnya mendapatkan sanksi,” tutur Piter.

Luhut dan Para Pengusaha yang Berbisnis Tes PCR

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan tiba di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (27/9/2021). Foto: Reno Esnir/Antara Foto
Sebelumnya, nama Luhut dikaitkan dengan GSI Lab karena PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtra tercatat sebagai pemilik saham GSI. Toba Bumi Energi merupakan anak usaha PT Toba Bara Sejahtera, yang terafiliasi dengan PT Toba Sejahtra. Luhut adalah pendiri PT Toba Sejahtra.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Luhut sudah bukan lagi pemilik saham mayoritas di PT Toba Sejahtra dan PT Toba Bara Sejahtera. Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi mengungkapkan, saham Luhut di PT Toba Bara Sejahtera sudah tinggal di bawah 10 persen.
"Di bawah 10 persen, jadi Pak Luhut tidak memiliki kontrol mayoritas di TBS," jelas Jodi dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (2/11).
Terkait GSI, menurut keterangan Jodi, Luhut diajak oleh grup Adaro, Indika, hingga Northstar. Perusahaan tersebut digadang sebagai inisiatif membantu penyediaan tes COVID-19 dengan kapasitas besar.
Petugas mengecek sampel di GSI Lab. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Total ada 9 pemegang saham dalam perusahaan yang diniatkan mengatasi masalah keterbatasan tes saat masa awal-awal pandemi.
Jodi menegaskan, tidak ada pembagian keuntungan hingga saat ini. Bahkan perusahaan yang diikuti Luhut itu memberikan tes swab secara gratis kepada masyarakat hingga lebih dari 60 ribu tes.
ADVERTISEMENT
"Jadi GSI tujuannya bukan mencari profit bagi para pemegang saham. Sesuai namanya memang ini adalah kewirausahaan sosial," tuturnya.
Kesembilan pemegang saham GSI yang dimaksud Jodi adalah Yayasan Indika untuk Indonesia (932 lembar saham), Yayasan Adaro Bangun Negeri (485 lembar), Yayasan Northstar Bhakti Persada (242 lembar), PT Anarya Kreasi Nusantara (242 lembar), PT Modal Ventura YCAB (242 lembar), PT Perdana Multi Kasih (242 lembar), PT Toba Bumi Energi (242 lembar), PT Toba Sejahtra (242 lembar), dan PT Kartika Bina Medikatama (100 lembar).