Ekonom Ungkap Dampak Dedolarisasi untuk RI, Apa Saja?

26 April 2023 18:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas menunjukan uang pecahan Rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Petugas menunjukan uang pecahan Rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengungkapkan, fenomena dedolarisasi sebetulnya sudah tercermin dari penurunan porsi penempatan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) dalam portofolio cadangan devisa bank sentral global secara agregat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, upaya mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS juga tercermin dari kerja sama Local Currency Settlement (LCT) dari sebagian bank sentral di Asia dalam transaksi perdagangan internasional dan investasi. Sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.
"Dedolarisasi tersebut juga semakin meningkat sejalan dengan upaya negara-negara Tiongkok, Rusia dan beberapa negara BRICS lainnya untuk menggunakan mata uang sendiri," kata Josua kepada kumparan, Rabu (26/4).
Lebih lanjut, Josua mengungkapkan, kebijakan dedolarisasi mampu mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap mata uang AS. Serta membuat rupiah menjadi stabil bahkan menguat.
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
Stabilitas nilai tukar rupiah tentu akan mendorong peningkatan investasi dan kegiatan perdagangan internasional. Serta mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi solid dalam jangka panjang.
Dihubungi terpisah, Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI (LPEM FEB UI)I Teuku Riefky menegaskan, dedolarisasi tidak serta merta membuat rupiah menjadi perkasa. Melainkan membuat volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi lebih stabil.
ADVERTISEMENT
"Dedolarisasi apakah bisa bikin rupiah menguat? Belum tentu," kata Riefky.
"Ini tergantung faktor yang mempengaruhi Indonesia dengan partner dagangnya. Jadi ini nggak serta merta akan membuat rupiah menguat, tapi lebih stabil dalam waktu dekat," imbuhnya.
Riefky menggambarkan, Indonesia memiliki mayoritas transaksi dengan mitra dagang menggunakan dolar AS. Lebih lanjut, ketika mitra dagang tersebut mengalami suatu shock atau guncangan ekonomi, tentunya akan berdampak pada nilai tukar itu sendiri.
Dedolarisasi hadir, untuk meminimalisir dampak rambatan akibat shock tersebut. Sehingga rupiah menjadi stabil.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menegaskan, Indonesia sudah lebih dulu mengimplementasikan dedolarisasi melalui kebijakan local currency transaction atau LCT.
"Indonesia sudah mengurangi penggunaan dolar AS atau yang banyak disebut dengan dedolarisasi dengan LCT," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Selasa (18/4).
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Foto: Dok. Istimewa
"LCT berarti menggunakan mata uang lokal dalam perdagangan, investasi. Bahkan kami ingin bangun ASEAN Payment Connectivity," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Perry menjelaskan, Indonesia sendiri sudah melakukan kerja sama dengan empat negara ASEAN yakni Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina dalam melaksanakan LCT.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti menjelaskan, transaksi LCT Indonesia dengan Jepang hingga Februari 2023 atau dalam dua bulan tembus USD 957 juta.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata tahun 2022 sebesar USD 350 juta per bulan. Sementara jumlah pelakunya tumbuh dari 1.740 menjadi 2.014
"LCT antara Indonesia dengan negara mitra akan semakin meningkat didorong oleh perekonomian Tiongkok yang membaik dan kerja sama baru dengan Korea Selatan," kata Destry.