Ekonomi Dunia Gelap di 2023, tapi Indonesia Dinilai Bisa Selamat dari Resesi

9 Oktober 2022 17:45 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivitas pasar ikan tradisional Peunayong ditengah pandemi COVID-19, di Banda Aceh, Aceh, Sabtu (3/10). Foto: Irwansyah Putra/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas pasar ikan tradisional Peunayong ditengah pandemi COVID-19, di Banda Aceh, Aceh, Sabtu (3/10). Foto: Irwansyah Putra/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ekonomi dunia diproyeksi gelap pada 2023 mendatang. Hal tersebut dipicu oleh kenaikan laju inflasi serta risiko stagflasi.
ADVERTISEMENT
World Bank Group President David Mallpas menyebut bank sentral di seluruh dunia telah menaikkan suku bunga dan tren ini diperkirakan akan berlanjut di tahun 2023. Kebijakan ini sebagai peredam inflasi yang terus menggeliat. Tapi, efeknya adalah pelambatan ekonomi, yang bisa berujung resesi di banyak negara.
Perkiraan ini juga disampaikan Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati pada konferensi pers Senin (26/9). Ekonomi global dan dunia akan memasuki jurang resesi pada tahun 2023.
Kendati demikian, ekonom sekaligus Direktur Segara Institut Pitter Abdullah memproyeksi Indonesia akan selamat dari resesi. Di tahun 2023, Indonesia akan kembali melanjutkan pemulihan ekonomi.
"Menurut saya, Indonesia tidak akan resesi pada tahun 2023. Global memang akan mengalami resesi tetapi bukan berarti Indonesia juga akan resesi," kata Piter kepada kumparan, Minggu (9/10).
ADVERTISEMENT
Menurut Piter, dampak dari resesi global tidak akan signifikan ke Indonesia. Sebab, mobilitas serta tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terus membaik, sering dengan meredanya pandemi COVID-19.
Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, dengan kontraksi ekonomi global yang sedang terjadi, efek ekonomi yang merembet ke dalam negeri terutama sisa ekspor-impor, kenaikan harga pokok produksi (HPP) terutama yang terkait dengan bahan baku impor.
Di sisi akibat kebijakan domestik, kebijakan fiskal adanya kenaikan pajak PPN dan kenaikan BBM subsidi, serta kebijakan moneter meningkatnya suku bunga acuan, akan membuat tekanan terhadap daya beli, dan selanjutnya akan berimbas pada sektor manufaktur.
Pemerintah mengeklaim sudah memitigasi efek jangka pendek menurunnya daya beli masyarakat ini dengan paket program bantuan langsung tunai (BLT) selama empat bulan ke depan, sejak kebijakan kenaikan harga BBM.
ADVERTISEMENT
"Untuk jangka pendek, ekspor akan mengalami kontraksi. Tetapi, justru dengan momentum ini, pemerintah harus mengakselerasi program hilirisasi dan peningkatan nilai tambah atas setiap komoditas unggulan yang dimiliki oleh Indonesia," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (28/9).
Kebijakan pengetatan ekspor crude palm oil (CPO), moratorium ekspor batu bara, dan wacana ekspor nikel mentah pada tahun 2023 nanti, menurutnya bagian dari program cerdas pemerintah untuk mendapat keuntungan ekonomi jangka panjang. Nilai tambah atas komoditas-komoditas unggulan, termasuk tambang, pertanian, dan perikanan harus memberikan nilai ekonomi terbaik dan memberikan daya ungkit maksimal dalam perekonomian nasional.
Ajib menyebut ada dua hal yang harus dilakukan pemerintah untuk bisa mendorong perekonomian terus bisa tumbuh positif ketika ekonomi global sedang tidak menentu. Pertama, untuk jangka pendek, pemerintah harus bisa menjaga daya beli masyarakat sebagai penyumbang signifikan PDB Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Kedua, untuk jangka panjang, harus ada konsistensi upaya menaikkan nilai tambah dan hilirisasi. Pemerintah harus fokus dengan kegiatan ekonomi yang bisa substitusi impor dan berorientasi pada ekspor yang sudah mempunyai nilai ekonomi tinggi," terangnya.
Menurut Ajib, perekonomian tidak bisa dibiarkan bergerak dengan bebas dan dengan sendirinya. Harus ada intervensi regulasi dari pemerintah agar perekonomian terus bergerak ke arah yang positif dan konsisten.
"Dengan sumber daya yang ada, dan konsistensi kebijakan dari pemerintah yang pro dengan pertumbuhan dan pemerataan, justru ekonomi Indonesia akan bertambah kuat ketika dunia dalam ancaman resesi ekonomi," katanya