Ekonomi Gelap di 2023, Ekonom: Masyarakat Jangan Khawatir!

13 Oktober 2022 16:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
11
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Ekonomi dunia diproyeksi gelap pada 2023 mendatang. Hal tersebut dipicu oleh adanya the perfect storm alias krisis multidimensi. The perfect storm tersebut terdiri atas inflasi tinggi, kontraksi ekonomi menuju resesi, hingga situasi geopolitik yang masih dalam ketidakpastian.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, Kepala Ekonom Bank BCA David Sumual mengatakan, masyarakat Indonesia tak perlu khawatir dengan isu tersebut. Sebab, David menilai, resesi global tidak akan berdampak banyak terhadap perekonomian Indonesia.
"Masyarakat tidak perlu khawatir karena kita punya ekonomi domestik yang besar. Sebenarnya, tidak banyak pengaruh resesi global ke Indonesia. Jadi masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir!" kata David kepada kumparan, Kamis (13/10).
David melanjutkan, yang harus khawatir adalah negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Pasalnya, kedua negara tersebut memiliki porsi ekspor yang besar terhadap PDB. Hal tersebut tentu berbeda dengan Indonesia yang memiliki porsi ekspor ke PDB yang relatif kecil.
Resesi global yang diproyeksi terjadi di 2023, lanjut David, hanya akan membuat perekonomian Indonesia lebih lambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun ini. Dia memprediksi, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh di atas 4,5 persen.
ADVERTISEMENT
"Ekonomi kita akan lebih lambat dibandingkan tahun ini. Tapi secara keseluruhan, masih positif. Saya lihat masih bisa tumbuh di atas 4,5 persen," ucap David dengan optimis.
Hal serupa juga diungkapkan Ekonom Makroekonomi LPEM FEB UI Teuku Riefky. Menurut Riefky, masyarakat tidak perlu khawatir dengan adanya risiko resesi global.
"Resesi tidak akan merambat ke Indonesia. Indonesia tidak akan jatuh ke resesi, karena resesi itu artinya negara mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif. Ekonomi Indonesia masih akan tumbuh positif tahun depan," kata Riefky.
Kendati demikian, resesi global akan berdampak pada perekonomian dalam negeri. Salah satunya, melambatnya perekonomian partner dagang utama Indonesia yakni China dan Amerika yang akan memukul ekspor Indonesia. Di sisi lain, meningkatnya suku bunga global membuat nilai tukar rupiahsemakin terdepresiasi dan nilai impor semakin mahal.
ADVERTISEMENT
"Indonesia perlu menjaga inflasi dalam negeri agar daya beli masyarakat lebih terjaga salah satunya bisa melalui penambahan bansos," pungkasnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan, aktivitas ekonomi global mengalami perlambatan yang luas dan lebih tajam dari perkiraan. Krisis biaya hidup, pengetatan kebijakan moneter global, terbatasnya ruang fiskal secara global serta berlanjutnya tensi geopolitik akan mendorong perlambatan ekonomi global yang signifikan.
"Pertumbuhan global diperkirakan melambat dari 6,0 persen pada 2021 menjadi 3,2 persen pada 2022 dan 2,7 persen pada 2023. Proyeksi pertumbuhan tersebut merupakan yang terendah sejak 2001 di luar kondisi krisis keuangan global dan pandemi COVID-19," kata Josua kepada kumparan.
Inflasi global diperkirakan akan meningkat dari 4,7 persen pada tahun 2021 menjadi 8,8 persen pada tahun 2022 tetapi menurun menjadi 6,5 persen pada tahun 2023 dan menjadi 4,1 persen pada tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Menurut Josua, kebijakan moneter harus tetap berada pada jalur untuk memulihkan stabilitas harga, dan kebijakan fiskal harus bertujuan untuk mengurangi tekanan biaya hidup dengan tetap menjaga sikap yang cukup ketat sejalan dengan kebijakan moneter. Proyeksi perlambatan ekonomi global tahun 2023 yang dipengaruhi oleh tingginya tingkat inflasi tahun 2022 yang berimplikasi pada kenaikan suku bunga acuan bank sentral global yang agresif.
Sementara itu, menurut IMF, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 diperkirakan akan cenderung solid di kisaran 5,0 persen meskipun proyeksi inflasi masih cenderung meningkat pada tahun depan. Sekalipun perekonomian Indonesia memiliki probabilitas yang lebih rendah untuk mengalami resesi jika dibandingkan dengan sebagian besar negara maju lainnya.
"Perekonomian Indonesia tahun 2023 cenderung akan melambat sebagai implikasi dari kenaikan inflasi domestik yang direspons dengan kenaikan suku bunga acuan BI," tutur dia.
ADVERTISEMENT
Perlambatan ekonomi Indonesia yang cenderung lebih terbatas jika dibandingkan dengan sebagian besar negara maju lainnya yang bahkan memiliki risiko resesi lebih tinggi, dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga bank sentral di negara maju yang juga relatif lebih agresif dalam merespon tingginya tingkat inflasi di negara maju.
Meskipun demikian, pemerintah perlu tetap waspada dalam mengantisipasi potensi resesi global di tahun depan. Mengingat momentum pertumbuhan dan pengendalian inflasi perlu tetap dijaga untuk menjaga iklim investasi di dalam negeri dan mendukung stabilitas perekonomian.
Suasana gedung bertingkat di Jakarta, Minggu (1/5). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
"Tantangannya adalah pada tahun depan, defisit APBN cenderung menurun yang mengindikasikan ruang fiskal juga semakin terbatas terutama apabila kondisi ekonomi global cenderung memburuk. Mengingat konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang PDB Indonesia," jelas Josua.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, lanjut dia, belanja pemerintah pusat dan daerah perlu diprioritaskan untuk menjaga daya beli masyarakat dan juga menjaga ketahanan pelaku usaha UMKM yang merupakan penopang utama perekonomian Indonesia.
"Artinya dengan upaya menjaga momentum konsumsi rumah tangga dan mendukung pelaku UMKM, diharapkan perekonomian Indonesia dapat terhindar dari risiko resesi yang berpotensi akan dialami oleh sebagian besar negara maju pada tahun depan," tandasnya.