Ekonomi Global 2024 Diprediksi Melambat, Eropa dan China Jadi Penyebabnya

29 Januari 2024 12:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pekerja menyelesaikan perakitan mobil di dalam pabrik Honda Dongfeng, Wuham Hubei, China, Rabu (8/4). Foto: REUTERS / Aly Song
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pekerja menyelesaikan perakitan mobil di dalam pabrik Honda Dongfeng, Wuham Hubei, China, Rabu (8/4). Foto: REUTERS / Aly Song
ADVERTISEMENT
Ekonom PT Mandiri Sekuritas memprediksi tren pertumbuhan ekonomi global akan melandai sepanjang tahun 2024, imbas perlambatan ekonomi yang terjadi di Eropa dan China sejak tahun 2023 lalu.
ADVERTISEMENT
Chief Economist Mandiri Sekuritas, Rangga Cipta, mengatakan pertumbuhan global mulai melambat sejak tahun lalu, imbas permintaan global yang mulai melandai dipicu perlambatan ekonomi di Eropa dan China. Kondisi ini mulai terasa dampaknya (spill over) di negara ASEAN, termasuk Indonesia
"Untuk tahun ini perlambatan akan berlanjut sampai semester I karena Eropa juga baru masuk resesi, China yang katanya akan ada stimulus belum ada tanda-tanda akselerasi ekonomi," ujarnya saat Economic and Market Outlook 2024, Senin (29/1).
Rangga menyebutkan, perlambatan ini bisa ditopang oleh perekonomian Amerika Serikat (AS) yang menguat di tahun lalu. Namun, efek peningkatannya baru akan terasa di semester II 2024.
"Di Amerika kita lihat mungkin masih cukup kuat tapi perlambatan akan datang terlambat di semester II, sehingga trajectory per kuartal di semester I ekonomi akan melambat karena faktor Eropa dan China, di semester II akan naik sedikit," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, kata Rangga, meningkatnya ekonomi global di semester II 2024 tidak akan signifikan karena prospek pemangkasan suku bunga bank central negara maju, seperti The Fed, akan menekan laju pertumbuhan ekonomi di tahun ini.
Rangga memprediksi, The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada Mei 2024. Sepanjang tahun ini diperkirakan pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS ini sebesar 125 basis poin.
Selain itu, dia juga menyebutkan faktor lain adalah terkoreksinya harga komoditas yang menjadi andalan ekspor Indonesia, seperti batu bara, CPO, nikel, dan mineral lainnya. Pasalnya, 60 persen ekspor Indonesia masih berbasis komoditas.
"Harga komoditas yang sudah turun sejak tahun lalu akan terus turun di awal tahun ini dan mungkin bisa rebound ketika global demand mulai pulih," tutur Rangga.
ADVERTISEMENT
Terakhir, faktor geopolitik juga akan memengaruhi tren perekonomian global. Setidaknya ada 60 negara yang melaksanakan pemilu selain Indonesia di tahun ini, sehingga memengaruhi tren perdagangan internasional.
"Terutama di negara-negara yang ada hubungan dagang dengan Indonesia, seperti India, Amerika, dan Eropa, akan ada konsekuensinya terhadap ketidakpastian global seperti harga minyak dan nilai tukar," kata Rangga.
"Paling penting adalah election Amerika, berkaitan dengan belanja fiskal di sana dan bagaimana arah kebijakan luar negeri, Amerika ada kepentingan di kawasan, hubungan kurang baik dengan China, nanti bisa memengaruhi ekspektasi perdagangan di kawasan dan ekspor impor dengan Indonesia," pungkasnya.
Selain itu, Rangga juga melihat konflik geopolitik di Rusia-Ukraina dan Timur Tengah juga akan memengaruhi ekonomi global, terutama memicu lonjakan harga minyak mentah, ongkos logistik, dan berpengaruh kepada ekspektasi inflasi dan suku bunga global.
ADVERTISEMENT