Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Ekonomi Mulai Pulih, Pengusaha Rokok Harap Industri Tembakau Kembali Bangkit
27 April 2022 16:03 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
“Sejak 1997, mulai muncul gerakan-gerakan yang ingin membuat IHT di Indonesia menuju ke suatu titik kebangkrutan. Padahal, ada lebih dari 6 juta orang yang menggantungkan hidupnya di industri ini,” ujar Henry dalam keterangannya, Rabu (27/4).
Tekanan asing yang sangat tinggi disebut Henry membuat kebijakan terkait IHT menjadi tidak objektif. Menurutnya, IHT terus terkontraksi dalam beberapa tahun terakhir.
“Dalam 11 tahun terakhir, IHT telah mengalami kontraksi sebanyak empat kali. Regulasi yang berkeadilan menjadi kunci bagi IHT untuk tumbuh. Apalagi di masa pandemi, IHT butuh pulih ekstra,” sambungnya.
Henry menjelaskan, regulasi yang berkeadilan juga menjadi hal penting, mengingat IHT merupakan industri padat karya. Kebijakan-kebijakan yang eksesif dan merugikan industri juga akan memberi dampak negatif bagi para pekerjanya.
ADVERTISEMENT
Ia mencontohkan ihwal rencana revisi PP 109/2012 yang kembali didorong oleh kelompok anti tembakau. Menurut dia, rencana revisi tersebut mewajibkan industri untuk mengubah kandungan rokok kretek.
"Hal ini tentunya akan sangat merugikan, mengingat segmen kretek apalagi sigaret kretek tangan (SKT) memiliki serapan tenaga kerja yang tinggi," katanya.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji mengatakan, kebijakan pertembakauan yang eksesif dapat merugikan industri tembakau nasional. Oleh karenanya, Agus berharap pemerintah juga dapat mengutamakan kedaulatan nasional, termasuk sektor IHT.
Petani tembakau disebut juga merasakan dampak buruk dari kebijakan yang eksesif, seperti tingginya tarif cukai rokok hingga penyederhanaan tarif. “Kami berharap pemerintah tetap berpendirian, sehingga bisa membuat kebijakan yang melindungi pertanian tembakau," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data APBN Kita hingga Maret 2022, realisasi cukai hasil tembakau mencapai Rp 55,65 triliun atau naik 15,39 persen dibandingkan periode yan sama tahun lalu. Kenaikan cukai hasil tembakau ini terjadi karena adanya kenaikan tarif cukai rokok menjadi 12,5 persen di tahun ini dan peningkatan produksi hasil tembakau hingga 9,9 persen.
"Adanya limpahan penerimaan cukai hasil tembakau dari 2021 akibat penyesuaian tarif di 2022," ujar Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani.