Ekonomi RI Turun Kelas, Apa Pengaruhnya Bagi Masyarakat?

13 Juli 2021 19:43 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kota Jakarta. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kota Jakarta. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Bank Dunia menurunkan kembali kelas ekonomi Indonesia ke lower middle income country. Penyebabnya, Gross National Income (GNI) per kapita Indonesia selama tahun lalu menurun dari USD 4.050 di 2019 menjadi USD 3.870 di 2020.
ADVERTISEMENT
Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF, Mirah Midadan, menganggap penurunan kelas tersebut tidak berdampak signifikan ke kesejahteraan masyarakat.
"Dari sisi kesejahteraannya tidak ada perbedaan menonjol yang terjadi pada masyarakat Indonesia ketika kita sudah naik kelas menjadi ekonomi menengah atas. Kemudian turun peringkat lagi itu sebenarnya tidak begitu berefek, tidak ada dampak signifikan yang dirasakan setiap individu," kata Mirah saat webinar yang digelar INDEF, Selasa (13/7).
Penurunan kelas Indonesia tersebut tidak terlalu mengherankan. Mirah mengungkapkan tahun lalu Indonesia juga berada di ambang batas atau yang paling rendah saat naik kelas. Sehingga ketika ada kendala sedikit saja bisa langsung turun ke lower middle income country.
"Jadi karena kita di batas terendah terus kita bisa turun posisi itu rentan sekali dan ini tidak terasa perbedaannya. Jadi tidak ada privilege sama sekali bagi kesejahteraan masyarakat atas klasifikasi negara maju, menengah maju, dan berkembang itu dari World Bank," ujar Mirah.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Mirah menyarankan pemerintah fokus menyelesaikan persoalan meningkatnya penduduk miskin. Menurut dia, kebijakan yang diambil harus bisa membantu menghidupkan perekonomian masyarakat yang masih miskin.
"Karena kita masih dalam kondisi pandemi, perlindungan sosial ini salah satu cara yang bisa ditempuh pemerintah. Selain itu yang bisa diambil ini pemerintah bisa memberikan pelatihan-pelatihan yang basic-nya bisa meningkatkan skill," ujar Mirah.
Mirah menginginkan pelatihan bisa memberikan nilai tambah termasuk bagi masyarakat yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ia merasa langkah itu nantinya bisa membantu kesejahteraan di masyarakat.
Ilustrasi kota Jakarta. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Selain itu, Mirah mengakui dalam meningkatkan kesejahteraan tidak hanya berkutat pada income saja, tetapi juga tingkat pendidikan.
"Sebenarnya tingkat pendidikan juga berperan penting. Namun sangat ironis kalau melihat data bahwa banyak sekali human resources kita yang sebenarnya punya background sangat baik, seharusnya punya daya analisis yang baik, punya nilai jual di masyarakat tapi malah menjadi pengangguran," terang Mirah.
ADVERTISEMENT
Mirah mengharapkan pemerintah dapat meningkatkan kualitas atau output kurikulum yang ada. Sehingga ada penyesuaian lulusan dengan dinamika kebutuhan di pasar tenaga kerja.
Lebih lanjut, Mirah menuturkan langkah lainnya adalah meningkatkan kinerja UMKM. Menurutnya UMKM tidak hanya diberikan modal, tetapi harus didampingi khususnya oleh pengusaha besar agar berkembang dan bisa merambah pasar digital.
Mirah merasa saat ini tidak menutup kemungkinan pekerja yang di PHK kembali ke desa. Ia menganggap potensi karyawan yang kembali ke desa harus dimanfaatkan seperti ke sektor pertanian. Sebab, pertanian memang harus terus ditingkatkan termasuk dengan dukungan teknologi.
"Ini sektor pertanian karena menjadi salah satu sektor champions di tengah pandemi ini jadi harapan melibatkan petani milenial juga sangat besar. Cuma ini akan menjadi tantangan karena para orang-orang yang tadinya bekerja di kota dan kembali ke kampung bisa mempunyai skill bertani dan mengembangkannya ada proses di dalamnya," tutur Mirah.
ADVERTISEMENT