Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Eks Dirut Pertamina Ungkap Pimpinan BUMN Suka Dapat Titipan
22 Mei 2024 12:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 1998-2000, Martiono Hadianto, mengungkapkan tabir di balik peran pucuk pimpinan BUMN yang seringkali mendapatkan tekanan.
ADVERTISEMENT
Martiono berpendapat bahwa bekerja di BUMN adalah sebuah pengabdian. Selama menjabat, dia mengeklaim selalu menghindari tawaran suap, gratifikasi, dan benturan kepentingan (conflict of interest) ketika mengambil keputusan bisnis.
“Gift (hadiah) itu bisa macam-macam, ada luxury hospitality, apalagi yang berbentuk conflict of interest yang akhir-akhir ini sangat jelas,” ungkapnya saat Forum Bahaya Kriminalisasi Keputusan Bisnis, Rabu (22/5).
Martiono mengungkapkan tekanan yang selalu dirasakan oleh pimpinan BUMN adalah mendapatkan titipan atau pekerjaan khusus. Dia tidak menyebutkan siapa yang memberikan tekanan itu, hanya saja ada konsekuensi yang terjadi jika titipan itu tidak dilakukan
“Saya dengar cerita tapi buktinya tidak pernah saya tahu, bahwa teman-teman yang duduk di BUMN selalu mendapatkan titipan kalau ada suatu pekerjaan, khususnya masalah-masalah pengadaan,” ungkap dia.
ADVERTISEMENT
“Konsekuensinya kalau titipan-titipan itu tidak dilakukan secara tertulis, secara lisan, tapi ada konsekuensinya itu, ya diberhentikan atau tidak diangkat lagi, jadi saya menghindari itu,” imbuh Martiono.
Imbas dari sikapnya menghindari conflict of interest, Martiono sempat berulang kali diberhentikan dan diangkat kembali selama jabatannya sebagai pimpinan Pertamina di periode 1998-2000.
“Boleh cerita sedikit saya di periode tahun 98 sampai 2000 itu kayak yoyo, diangkat diberhentikan diangkat diberhentikan, karena saya mencoba menghindari itu semua,” tuturnya.
Dia menyinggung istilah business judgement rule (BJR), yakni sebuah prinsip yang melindungi kewenangan direksi dalam mengambil keputusan bisnis. Hal tersebut, kata dia, tidak diterapkan sehingga membuat direksi selalu terancam diberhentikan.
“Tapi dulu saya lakukan itu. Hati-hati dan nekat, karena ada petunjuk quote on quote yang memang dari higher rank. Tapi ya itu konsekuensinya diberhentikan (setelah mengambil keputusan risiko tinggi,” kata Martiono.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), menjadi saksi meringankan dalam sidang kasus dugaan korupsi eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan. JK pun membela terdakwa kasus korupsi terkait pembelian Liquefied Natural Gas (LNG) yang, menurut dakwaan, merugikan negara Rp 1,7 triliun.
Dalam kesaksiannya, JK mengaku heran Karen Agustiawan harus duduk di kursi persidangan sebagai terdakwa. Sebab, menurutnya, Karen justru hanya menjalankan tugasnya.
JK juga menyinggung bahwa bisnis yang dijalani oleh perusahaan atau instansi tidak mesti selalu untung.
"Kalau dirut suatu perusahaan berbuat sesuai dengan pandangannya bisnis itu, ini untung ini bisnis ini. Hanya ruginya 2 tahun, kan, kenapa mestinya 2 tahun, didakwakan? Harus jangka panjang ini," katanya.
Dalam persidangan, JK juga mengatakan pembelian LNG tersebut merupakan instruksi yang tertuang dari Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006. Pertamina harus memenuhi energi gas bumi sebanyak 30 persen.
ADVERTISEMENT