Eksistensi Kopi RI Terancam Negara Tetangga

15 Desember 2024 12:50 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ekspor kopi meningkat. Foto: Antara/Aji Styawan
zoom-in-whitePerbesar
Ekspor kopi meningkat. Foto: Antara/Aji Styawan
ADVERTISEMENT
Aroma biji kopi robusta dan arabika yang khas, telah lama menjadi identitas Indonesia di pasar global. Namun, di balik harum kopi itu, terdapat tantangan besar soal produktivitas yang tertinggal dari negara pesaing.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia berhasil memproduksi 758,7 ribu ton kopi di 2023. Jumlah itu menjadikan Indonesia sebagai negara ketiga penghasil kopi terbesar dunia setelah Brasil dan Vietnam.
Di samping itu, BPS mencatat ekspor kopi Indonesia sepanjang Januari hingga September 2024 mencapai 342,33 ribu ton dengan nilai USD 1,49 miliar. Angka ini meningkat 29,82 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar USD 1,15 miliar.
Secara kasat mata, angka ini menunjukkan perkembangan positif dalam performa ekspor. Namun, di sisi lain, produktivitas kopi Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara pesaing, terutama Vietnam dan Brasil.
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB Dwi Andreas Santosa menjelaskan, peringkat ketiga yang kini diraih Indonesia lebih disebabkan oleh penurunan negara lain dibandingkan peningkatan signifikan dalam produksi kopi Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Sebelumnya Indonesia itu peringkat empat untuk produksi kopi dunia. Sekarang peringkat tiga. Jadi kopi itu sampai tahun 2020 kita itu peringkat empat. Tahun 2021 kita masuk peringkat tiga. Mungkin karena ada negara lain yang turun peringkatnya karena apa, penambahan produksi kopi kita juga tidak begitu bagus. Jadi ya hampir samalah (produksi kopi) di sekitar 750 ribu sampai 800 ribu ton per tahunnya," kata Andreas kepada kumparan.
Dunia Kopi di Pasar Santa. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
Produksi kopi Indonesia tahun 2022 tercatat sekitar 794 ribu ton. Angka ini jauh tertinggal dari Vietnam yang memproduksi 1,95 juta ton dan Brasil yang mendominasi dengan 3,2 juta ton. Fakta ini menunjukkan, meskipun peringkat Indonesia naik, kesenjangan produktivitas dengan negara-negara pesaing tetap signifikan.

Masalah Produktivitas yang Mengakar

Masalah mendasar dalam industri kopi Indonesia terletak pada rendahnya produktivitas tanaman kopi. Departemen Specialty & Industri BPP Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), Moelyono Soesilo, mengatakan produktivitas kopi Indonesia hanya mencapai 1,02 ton hingga 1,2 ton per hektare atau sekitar 17-20 karung. Sebagai perbandingan, Vietnam mampu menghasilkan 3 hingga 3,6 ton per hektare atau sekitar 50-60 karung.
ADVERTISEMENT
"Ini sudah jadi permasalahan klasik sejak tahun 2000-an, yang tidak kunjung terselesaikan. Karena ini butuh komitmen jangka panjang dari stakeholder yang terlibat yaitu pemerintah, pengusaha, dan petani. Harus ada program sinergi jangka panjang minimal 10-15 tahun. Yang jadi masalah, setiap pergantian pemerintahan, terjadi perubahan kebijakan, sehingga tidak bisa maksimal hasilnya," ungkap Moelyono.
Rendahnya produktivitas ini diperparah oleh kurangnya ketersediaan pupuk saat dibutuhkan dan minimnya tenaga penyuluh di lapangan. Selain itu, varietas tanaman kopi yang digunakan oleh petani sebagian besar sudah tua dan kurang produktif.
Selain itu, Moelyono juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, pengusaha, dan petani dalam membangun program jangka panjang yang berkelanjutan. Penyediaan pupuk tepat waktu, peningkatan jumlah tenaga penyuluh, serta dukungan dalam riset varietas unggulan menjadi prioritas utama.
Pengamat pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa di ICBB Bogor, Rabu (4/12). Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan
Dwi Andreas juga menyoroti hal ini. "Sangat banyak tanaman kopi di Indonesia yang sudah lama dan mulai menurun produktivitasnya. Peremajaan sangat penting, tetapi saat ini petani harus berjuang sendiri untuk meremajakan tanamannya. Pemerintah perlu memberikan bantuan untuk peremajaan, karena selama proses itu, petani menghadapi beban tambahan," kata Dwi Andreas.
ADVERTISEMENT

El Nino dan Dampaknya pada Produksi Kopi

Tantangan dalam produktivitas kopi Indonesia juga diperparah oleh faktor cuaca ekstrem seperti El Nino. Menurut Moelyono, El Nino yang terjadi pada 2023 menyebabkan kegagalan panen kopi robusta di dataran rendah, serta keterlambatan pembungaan tanaman kopi. Akibatnya, semester pertama 2024 mengalami kekurangan pasokan kopi dalam negeri, yang berujung pada penurunan volume ekspor dan meningkatnya impor kopi.
"Hal ini berakibat pada semester I tahun 2024 kita kekurangan pasokan kopi di dalam negeri sehingga ekspor mengalami penurunan yang cukup dalam. Hal tersebut berakibat meningkatnya impor kopi untuk konsumsi dan industri dalam negeri," jelas Moelyono.
Ironi ini terlihat dalam data impor kopi yang tercatat sebesar 67,65 ribu ton atau senilai USD 319,84 juta sepanjang Januari-September 2024. Komoditas impor utama adalah kopi robusta dan arabika yang tidak digongseng, sebagian besar berasal dari Vietnam, Brasil, dan Malaysia.
ADVERTISEMENT
Dwi Andreas menekankan untuk mempertahankan posisi sebagai produsen kopi utama dunia, Indonesia perlu mengambil langkah strategis untuk mengatasi berbagai tantangan ini. Salah satu solusi utama adalah peningkatan produktivitas melalui riset dan pengembangan varietas unggulan.
"Kita perlu varietas-varietas yang lebih tinggi produksinya. Lalu yang kedua, perlu peremajaan, karena kan banyak kopi ini sebagian besar diproduksi oleh petani kecil. Pemerintah perlu membantu untuk peremajaannya," tegas Dwi Andreas.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, industri kopi Indonesia memiliki keunggulan dalam diversifikasi produk olahan. Berdasarkan data BPS, ekspor kopi olahan seperti ekstrak, esens, atau konsentrat yang mengandung tambahan gula (HS 21011291) mencapai volume 74,488 ribu ton sepanjang Januari-September 2024. Kopi instan dalam kemasan kecil (HS 21011111) juga menjadi salah satu komoditas andalan dengan volume ekspor 54,37 ribu ton.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan ini menunjukkan bahwa meskipun produktivitas di hulu rendah, Indonesia memiliki potensi besar untuk memperluas pasar kopi olahan bernilai tambah di pasar global.
Dwi Andreas menilai posisi ketiga produsen kopi terbesar dunia memang bisa dianggap sebagai pencapaian besar, tetapi harus tanpa perbaikan mendasar, status ini tidak akan bertahan lama. Ia memperingatkan tentang potensi penurunan peringkat di masa depan jika masalah produktivitas tidak segera diatasi.
"Kalau masalah peremajaan kopi ini tidak diperhatikan, ya ada potensi produksi kopi kita akan menurun. Selain tadi ya, ekstensifikasi perluasan lahan kopi atau penanaman kopi di lahan yang baru," tutur Dwi Andreas.