Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Ekspor Konsentrat Tembaga Dinilai Pengaruhi Optimisme Hilirisasi
25 Februari 2025 15:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Pemerintah memutuskan kembali melanjutkan relaksasi ekspor konsentrat tembaga hingga pertengahan tahun 2025 dinilai akan memengaruhi optimisme industri hilirisasi di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Keputusan itu diungkapkan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Pemerintah sudah memberikan izin ekspor konsentrat tembaga untuk PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga Juni 2025.
Izin ekspor PTFI sebelumnya hanya berlaku hingga 31 Desember 2024. Namun, usai insiden kebakaran smelter di Gresik, Jawa Timur, PTFI mengajukan perpanjangan relaksasi ekspor mineral mentah karena belum bisa diolah di smelter tersebut.
Di sisi lain, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) juga mengajukan fleksibilitas untuk melakukan ekspor konsentrat tembaga karena ketidakpastian dalam proses commissioning smelternya.
Dewan Penasihat Pertambangan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Djoko Widajatno, menilai relaksasi ekspor konsentrat tembaga karena lambatnya pembangunan smelter memengaruhi optimisme hilirisasi di Indonesia.
"Permintaan PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) untuk mendapatkan relaksasi ekspor konsentrat tembaga, disebabkan oleh ketidakpastian dalam proses commissioning smelter mereka, dapat memengaruhi optimisme terhadap proyek hilirisasi di Indonesia," jelasnya kepada kumparan, dikutip Selasa (25/2).
ADVERTISEMENT
Djoko menuturkan, keterlambatan dalam operasional smelter dapat menunda proses hilirisasi, yang bertujuan meningkatkan nilai tambah sumber daya alam melalui pengolahan dalam negeri.
"Keterlambatan ini berpotensi mengurangi kepercayaan investor terhadap komitmen pemerintah dalam mendukung hilirisasi, yang pada gilirannya dapat memengaruhi aliran investasi ke sektor ini," tegasnya.
Namun, menurut Djoko, pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk mendorong hilirisasi melalui kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel mentah dan insentif bagi pembangunan smelter.
Djoko juga menilai, permintaan relaksasi ekspor oleh PTFI dan AMMN juga mencerminkan tantangan dalam implementasi hilirisasi, sehingga komitmen pemerintah dan upaya bersama dari industri dan pemangku kepentingan lainnya tetap menjadi kunci untuk mencapai tujuan hilirisasi yang sukses di Indonesia.
"Meskipun demikian, tantangan yang dihadapi oleh PTFI dan AMMN menunjukkan bahwa proses hilirisasi memerlukan perhatian dan dukungan yang berkelanjutan dari semua pihak terkait," tutur Djoko.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira menilai negatif keputusan perpanjangan relaksasi ekspor konsentrat tembaga karena bernilai tambah rendah.
"Keputusan untuk buka izin ekspor konsentrat tembaga pada 2025 kebijakan yang blunder. Seharusnya jangan ada celah untuk kembali mengizinkan ekspor konsentrat tembaga yang bernilai tambah rendah," katanya.
Menurut Bhima, insiden kebakaran atau kendala lain dalam pembangunan smelter yang sudah menjadi amanat UU Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), seharusnya dijadikan momentum perbaikan dan evaluasi.
"Insiden kebakaran yang terjadi di pabrik smelter Gresik perlu dijadikan bahan evaluasi, tapi bukan alasan ekspor konsentrat tembaga dibuka kembali," jelas Bhima.
Dia juga menilai konsekuensi dari dibukanya kembali ekspor konsentrat tembaga dapat menurunkan minat investor di rantai pasok mineral dalam negeri. Misalnya, untuk olahan lanjutan tembaga sampai jadi produk akhir menjadi kurang menarik karena inkonsisten kebijakan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, lanjut Bhima, bisa jadi ada kekhawatiran pelaku usaha di mineral lain seperti nikel dan bauksit meminta dibuka kembali izin ekspor barang mentah.
"Ini repot sekali, hilirisasi bisa berhenti total kalau kasus konsentrat tembaga dijadikan contoh persamaan kebijakan di mineral lainnya. Berapa banyak nilai tambah yang akan hilang nantinya," pungkas Bhima.
Sebelumnya, Bahlil mengatakan, PTFI bakal dikenakan pajak ekspor maksimal. Akan tetapi, Bahlil tidak menyampaikan secara rinci berapa pajak ekspor yang dikenakan kepada Freeport.
“Pemerintah lewat ratas (rapat terbatas) telah memutuskan untuk Freeport dapat diperpanjang ekspornya sampai dengan pabrik yang rusak itu selesai (diperbaiki). Kapan selesainya? Bulan Juni,” ujar Bahlil ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (21/2).
Bahlil menjelaskan, keputusan untuk mengabulkan permintaan Freeport ihwal relaksasi ekspor konsentrat tembaga dilandasi oleh hasil investigasi kepolisian dan pihak asuransi terkait kebakaran smelter PTFI di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, permintaan relaksasi ekspor konsentrat tembaga Amman Mineral Internasional disampaikan Presiden Direktur Amman Rachmat Makassau saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR, Rabu (19/2).
Rachmat meminta perusahaan dapat diberikan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga karena operasional smelternya baru sekitar 48 persen dari total kapasitas produksi.
"Saat ini kapasitas kami masih di sekitar 48 persen. Dengan itu, kami juga berharap dapat diberikan fleksibilitas untuk melakukan ekspor mengingat banyaknya ketidakpastian dalam proses commissioning ini," ungkapnya.