Eksportir: LCS Bisa Kurangi Dominasi Dolar AS, Tapi Masih Kurang Sosialisasi

13 September 2021 13:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Teller Bank Mandiri menunjukkan uang pecahan Dolar AS dan Rupiah di Bank Mandiri KCP Jakarta DPR, Senin (7/1/2019). Kurs Rupiah terhadap Dolar AS menguat 1,3 persen menjadi Rp14.080.  Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
zoom-in-whitePerbesar
Teller Bank Mandiri menunjukkan uang pecahan Dolar AS dan Rupiah di Bank Mandiri KCP Jakarta DPR, Senin (7/1/2019). Kurs Rupiah terhadap Dolar AS menguat 1,3 persen menjadi Rp14.080. Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
ADVERTISEMENT
Eksportir buka suara soal adanya fasilitas Local Currency Settlement (LCS) atau transaksi menggunakan uang lokal antar negara. Kebijakan tersebut dinilai akan membuat Indonesia secara perlahan lepas dari monopoli dolar AS.
ADVERTISEMENT
Saat ini, kerja sama LCS Indonesia sudah berlangsung beberapa negara seperti Thailand, Malaysia, dan Jepang. Sedangkan yang terbaru atau sejak awal Agustus lalu Indonesia dengan China.
Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia, Benny Soetrisno, mengatakan kerja sama penggunaan uang lokal antarnegara untuk transaksi perdagangan membuat rupiah menguat.
"Hal ini bisa untuk mengurangi risiko fluktuasi nilai rupiah terhadap US Dollar," kata Benny Soetrisno saat dihubungi, Senin (13/9).
Namun, Benny membeberkan jika saat ini tidak semua pengusaha langsung memanfaatkan fasilitas LCS. Menurut dia, ada pengusaha yang masih lebih memilih tetap menggunakan dolar AS.
"Kembali kepada para importir dan eksportirnya untuk mengubah deal dagangnya, di mana masih pelan sekali responsnya karena masing-masing pengusahanya ada juga berpikir aman dengan menggunakan US Dollar," ujar Benny.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Benny meminta sosialisasi yang lebih masif dari Bank Indonesia ke para para pengusaha, khususnya eksportir dan importir. Dukungan lain terkait kelancaran LCS harus dipertimbangkan termasuk ketersediaan mata uang.
"Hal ini harus didorong ketersediaan mata uang yang digunakan di masing-masing negara melalui lembaga keuangannya," ujarnya.
Senada, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional, Shinta Kamdani, mengakui perlu adanya sosialisasi mengenai LCS ke pengusaha. Ia merasa kurang maksimalnya sosialisasi LCS karena dampak pandemi COVID-19.
Shinta menganggap LCS sangat membantu perusahaan untuk bertransaksi dengan buyers dan suppliers. Mereka bisa saja tidak perlu bersentuhan dengan pelemahan dan penguatan dolar AS.
Shinta merasa ada juga keuntungan dalam bentuk biaya transaksi yang lebih affordable dan kemudahan untuk memperkirakan kecukupan cash flow. Sehingga bisa banyak membantu para pengusaha.
ADVERTISEMENT
"Namun, untuk saat ini sosialisasi sudah berjalan, khususnya melalui bank-bank kepada nasabah korporatnya, tetapi belum maksimal karena kondisi pandemi. Kami harap setelah PPKM lebih direlaksasi, sosialisasi bisa lebih efektif dan penggunaan LCS bisa lebih tinggi ketika produktivitas kegiatan usaha kita dengan China juga kembali normal,” terang Shinta.
Petugas berada di atas peti kemas saat bongkar muat di Pelabuhan Agats, Asmat, Papua, Rabu (30/6/2021). Foto: Puspa Perwitasari/Antara Foto
Sementara itu, Ketua Umum Apindo Bidang Kebijakan Publik, Sutrisno Iwantono, menganggap LCS bisa menguntungkan juga ke mata uang kedua negara yang bekerja sama. Transaksi perdagangan juga bisa lebih mudah seperti ke China tidak perlu biaya konversi ke dolar AS, tetapi bisa langsung yuan ke rupiah atau sebaliknya.
Sutrisno menjelaskan kebijakan LCS juga menjadi sarana memperkenalkan mata uang rupiah dalam transaksi internasional. Sehingga diharapkan posisi rupiah semakin baik.
ADVERTISEMENT
"Kalau kita bisa dengan China pakai uang sendiri, dengan Jepang, dengan yang lain juga, dengan cara itu kita harapkan bisa lebih baiklah arahnya itu. Dan tentu bagi China juga pasti menguntungkan karena dia ingin juga yuan bisa menjadi mata uang kuat. Selama ini dominasi dolar tinggi,” tutur Sutrisno.
Sutrisno mengakui sosialisasi LCS memang masih menjadi persoalan. Namun, ia mengungkapkan sebenarnya pihak terkait sudah sosialisasi jauh-jauh hari.
“Sosialisasi sudah sejak 2 tahun lalu sebelum pandemi, sebagian pengusaha sudah tahu, tapi baru beberapa hari lalu updatenya ya, nanti ada sosialisasi lebih luas,” ungkap Sutrisno.