Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Program yang tengah dicanangkan PLN menuai penolakan dari kalangan ibu rumah tangga. Indah Siswanto yang merupakan warga Kota Tegal, menolak untuk migrasi ke kompor listrik.
“Sebagian besar enggak setuju kebanyakan untuk prinsip ekonomis kalau di daerah, tapi siapa yang mau ngasih insentif daya listrik ke semuanya,” ujar Indah saat dihubungi kumparan, Minggu (25/9).
Indah menuturkan penggunaan gas LPG lebih praktis, dan pembelian gas LPG masih bisa dijangkau masyarakat di daerah. Sedangkan pemakaian kompor listrik bisa menyebabkan boros daya listrik.
“Di sini belum ada (kompor listrik). Kalau kompor listrik 1.000 watt, ya mending pakai gas, lebih hemat, kalau ibu-ibu pikirnya ekonomis,” imbuhnya.
Dihubungi terpisah, salah satu warga Kalimantan bernama Selina Barokah juga memilih untuk tetap menggunakan gas LPG. Ia mengeluh kompor listrik sangat memberatkan masyarakat dari segi biaya dan tegangan listrik.
ADVERTISEMENT
“Masih banyak rumah yang daya listriknya 450 Va dan 900 Va khususnya masyarakat Kalimantan Selatan. Kalau di kampung aku, kayaknya gak ada yang pakai (kompor listrik),” kata Selina.
Selina menyebut rata-rata warga di sekitar perumahannya masih memakai LPG. Bahkan, proses memasak bisa kembali menggunakan kayu bakar lagi apabila kebijakan kompor listrik diterapkan.
“Kalau ada acara pernikahan atau hajatan, masaknya ramai-ramai. Juga pakai kayu bakar disini,” katanya.
Keresahan emak-emak mengenai program kompor listrik yang dibahas Mulan Jameela yang merupakan anggota Komisi VII DPR ramai di media sosial. Mulan menilai program kompor listrik ini menimbulkan masalah baru.
“Berhubung saya ini ibu-ibu yang ngurusin urusan kompor di dapur, mengerti sebetulnya yang dibutuhkan kompor apa. Kami ini, para emak-emak butuh masak kaya kompor apa,” jelas Mulan di Rapat Kerja Komisi VII DPR dengan Kemenperin, Rabu (21/9).
ADVERTISEMENT
Mulan melihat pembahasan kompor gas yang digantikan dengan kompor induksi adalah ranah ibu-ibu. Ia mencermati urusan program ini terlalu buru-buru dan mendesak.
Menurutnya, harga kompor induksi mencapai Rp 1,5 juta. Namun harga tersebut belum termasuk panci dan wajan.
“Kalau ibu-ibu pasti baliknya ke situ, belum lagi panci dan wajannya mahal-mahal. Ini saya bicara jujur, kapasitasnya sebagai anggota DPR sekaligus sebagai emak-emak,” tambahnya.
Mulan melanjutkan, makanan Indonesia tidak cocok dimasak dengan menggunakan kompor listrik. Meskipun masyarakat menggunakan kompor listrik, tetap tidak lepas dengan kompor LPG.
Pemerintah Tunda Konversi LPG 3 Kg ke Kompor Listrik
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan program konversi LPG 3 kg ke kompor listrik tidak akan diterapkan mulai tahun ini.
ADVERTISEMENT
Airlangga menjelaskan pernyataan tersebut berdasarkan arahan Presiden Jokowi. Pemerintah pun menghargai seluruh masukan dari masyarakat terkait program konversi kompor listrik tersebut.
"Pemerintah belum putuskan, sekali lagi, pemerintah belum putuskan terkait program konversi kompor LPG 3 kg menjadi kompor induksi, namun dapat dipastikan bahwa program ini tidak akan diberlakukan di 2022," ujarnya saat konferensi pers virtual, Jumat (23/9).
Dia menambahkan, perihal rancangan anggaran atau subsidi untuk pengadaan kompor induksi untuk masyarakat pelanggan PT PLN (Persero) juga belum dibahas maupun disetujui oleh pemerintah dan DPR.
"Program konversi kompor induksi ini masih merupakan uji coba atau prototype (uji coba) sebanyak 2.000 dari rencana 300.000 unit yang akan dilaksanakan di Bali dan Solo," imbuh Airlangga.
ADVERTISEMENT