Equity Crowdfunding, Sumber Pendanaan Alternatif untuk UKM dan Startup

14 Desember 2018 15:02 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Bagian Pengaturan Emiten Perusahaan Publik dan Pasar Modal Syariah OJK, Darmawan. (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Bagian Pengaturan Emiten Perusahaan Publik dan Pasar Modal Syariah OJK, Darmawan. (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan aturan urun dana pembelian saham alias Equity Crowdfunding bisa terbit paling lambat Januari 2019. Saat ini, draf beleid berupa Peraturan OJK (POJK) tersebut masih diproses di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
ADVERTISEMENT
Kepala Bagian Pengaturan Emiten Perusahaan Publik dan Pasar Modal Syariah OJK Darmawan mengatakan meski tak sama persis namun model equity crowdfunding punya kemiripan dengan penawaran umum saham perdana (Initial Public Offering/IPO). Bedanya, perusahaan yang melakukan equity crowdfunding tak tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun pada intinya, skema ini memungkinkan perusahaan kecil termasuk startup dan para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) bisa memperoleh dana segar.
"Ini alternatif bagi startup yang sudah masuk ke inkubator tapi butuh pendanaan dalam jumlah yang kecil," ungkap Darmawan, di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (14/12).
Ilustrasi IHSG. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi IHSG. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Artinya, perusahaan rintisan dan para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) bisa menghimpun dana tanpa harus melalui IPO.
ADVERTISEMENT
Menurut Darmawan, equity crowdfunding ini memiliki potensi yang cukup baik. Sebab saat ini tren tersebut tengah marak. Namun, Darmawan tak menampik bahwa equity crowdfunding juga memiliki risiko.
Beberapa risiko yang mungkin timbul di antaranya seperti saham tak liquid, tidak adanya pembagian dividen dan kegagalan operasional penyelenggara. Selain itu ada potensi kualitas informasi yang disampaikan perusahaan juga tidak memadai sebab tak ada kewajiban untuk melalukan keterbukaan informasi seperti perusahaan tercatat di BEI.