Eramet dan BASF Hengkang dari Proyek Smelter Sonic Bay Senilai USD 2,6 Miliar

26 Juni 2024 12:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Tambang Nikel Indonesia Foto: Masmikha/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tambang Nikel Indonesia Foto: Masmikha/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perusahaan tambang asal Prancis, Eramet, dan perusahaan asal Jerman, Badische Anilin- und Soda-Fabrik (BASF), memutuskan hengkang dari proyek Sonic Bay berlokasi di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, Eramet enggan menjelaskan lebih lanjut alasan kedua perusahaan membatalkan investasinya senilai USD 2,6 miliar dari proyek hilirisasi nikel di kompleks pemurnian nikel-kobalt di Weda Bay tersebut.
“Setelah evaluasi menyeluruh, termasuk diskusi mengenai strategi pelaksanaan proyek, kedua mitra telah memutuskan untuk tidak melakukan investasi ini,” kata Eramet dalam siaran persnya, dikutip Rabu (26/6).
Eramet menambahkan bakal terus mengevaluasi potensi investasi dalam rantai nilai baterai kendaraan listrik nikel di Indonesia dan akan terus memberikan informasi kepada pasar pada waktunya.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto, menyebutkan kedua perusahaan sudah memberitahukan pemerintah atas keputusan hengkang dari proyek tersebut.
Smelter dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitates (MHP) tersebut, kata Seto, memang sedang dalam proses pembangunan.
ADVERTISEMENT
“Saya kira pembatalan ini karena melihat HPAL di Indonesia sudah banyak, sehingga lebih mudah mendapatkan PLTMH (campuran endapan hidroksida), sehingga tidak perlu mengeluarkan capex yang besar untuk membangunnya sendiri,” katanya.
Adapun pada Januari 2023, pemerintah mengatakan Eramet dan BASF hampir menyelesaikan investasi senilai USD 2,6 miliar dalam produksi nikel untuk digunakan dalam baterai kendaraan listrik.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia melakukan pertemuan langsung secara tertutup dengan CEO BASF, Martin Brudermüller. Mereka bertemu di Paviliun Indonesia, Davos, Swiss, Selasa (17/1).
Dalam pertemuan ini, Bahlil mendorong rencana investasi pemurnian nikel untuk keperluan pengembangan kendaraan listrik di Maluku Utara. Kepada Martin, Bahlil mengutarakan dukungan penuh terhadap rencana investasi BASF di Indonesia yang sejalan dengan proyek prioritas pemerintah terkait hilirisasi pertambangan.
Ilustrasi Tambang Nikel Indonesia Foto: Masmikha/Shutterstock
Rencananya BASF akan bekerja sama dengan Eramet yang telah memiliki legalitas usaha atas nama PT Eramet Halmahera Nikel (PT EHN). Rencana investasi bersama BASF-Eramet yang diberi nama Proyek Sonic Bay berlokasi di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara.
ADVERTISEMENT
“Saya mendukung penuh rencana investasi BASF di Indonesia khususnya dalam mendukung pembangunan ekosistem baterai kendaraan listrik," kata Bahlil.
Pemerintah memang gencar melakukan hilirisasi komoditas agar ada nilai tambah. Hilirisasi nikel, katanya, sejalan dengan cita-cita pemerintah menjadikan Indonesia sebagai pemain kendaraan listrik kelas dunia.
"Kami di Kementerian Investasi/BKPM akan mengawal segala proses investasi BASF dari awal hingga akhir agar proyek ini bisa segera terlaksana," ungkap Bahlil.
Pada kesempatan tersebut CEO BASF, Martin Brudermüller, berterima kasih atas dukungan yang diberikan Kementerian Investasi/BKPM sehingga proses investasi BASF mampu berjalan dengan baik khususnya dalam hal pengurusan perizinan.
Martin menegaskan kesepakatannya dengan Eramet sudah memasuki tahap akhir dan akan segera direalisasikan. Nilai investasi yang akan digelontorkan kurang lebih €2,4 miliar dan ditaksir bisa menciptakan 1.000 lapangan pekerjaan secara langsung.
ADVERTISEMENT
Kami ingin menyampaikan bahwa kesepakatan kami dengan Eramet sudah pada tahap final. Kemungkinan keputusan kami akan diambil pada semester I 2023 ini," ujarnya.
Proyek Sonic Bay diperkirakan akan meraup nilai investasi USD 2,2 miliar hingga USD 2,6 miliar dan kapasitas produksi sebesar 67 ribu ton nikel/tahun dan 7,5 ribu ton kobalt/tahun. Rencana investasi tindak lanjut BASF sendiri bertujuan untuk memproduksi MHP menjadi prekursor baterai listrik.