Erick Ingatkan Kreditur Garuda yang Ogah Restrukturisasi: Utang Tak Akan Dibayar

27 Juni 2022 16:11 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri BUMN, Erick Thohir saat di di Kejaksaan Agung RI, Jakarta pada Senin (27/6/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri BUMN, Erick Thohir saat di di Kejaksaan Agung RI, Jakarta pada Senin (27/6/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Gugatan Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) maskapai pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) akhirnya usai. Sidang putusan homologasi hasil PKPU PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) berakhir damai pada Senin (27/6).
ADVERTISEMENT
"Dengan ini menyatakan sah dan mengikat secara hukum perjanjian penundaan utang yang disetujui pada 17 Juni 2022 antara PT Garuda dan krediturnya," ungkap Hakim Ketua Majelis Kadarisman dalam sidang pengesahan di PN Jakarta Pusat.
Menteri BUMN Erick Thohir mengaku senang dengan putusan tersebut karena merupakan langkah yang bagus untuk penyelamatan Garuda Indonesia. BUMN penerbangan ini bisa lepas dari jerat pailit.
Dia menyebut, putusan ini bisa didapat karena 97,46 persen kreditur setuju terhadap restrukturisasi utang Garuda Indonesia. Jumlah kreditur yang setuju ini lebih banyak dari target semula 70 persen.
"Hasil PKPU ini adalah luar biasa maksimal karena voter targetnya 61, kita naikkan 70, ujungnya 97 persen. Nah, itu menjadi kekuatan hukum yang mengikat," jelas Erick dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung RI, Senin (27/6).
ADVERTISEMENT
Menurutnya, para kreditur yang setuju untuk restrukturisasi, ada kepastian bagi mereka mendapatkan pelunasan utang Garuda Indonesia. Sesuai kesepakatan, pembayaran utang ini bisa dilakukan hingga 20 tahun.
Pesawat Airbus A 330-300 pertama ke maskapai Garuda Indonesia di Toulouse, Prancis selatan tahun 1997. Foto: GABRIEL BOUYS / AFP
Sementara bagi kreditur yang menolak restrukturisasi, menurutnya, akan kesulitan sendiri karena pemerintah bisa jadi tak akan bayar kewajiban ke mereka.
"Kalau yang tidak ikut, ya, mungkin akan tertinggal. Dan bukan mungkin kita mengambil posisi tidak membayar, bukan menipu," tuturnya.
Erick tak menyinggung nama yang kreditur yang tak setuju dalam restrukturisasi utang Garuda Indonesia. Namun, dia menyebut di dalam kasus Garuda Indonesia, ada leasing atau penyewa pesawat yang terlalu mahal memasang harga ke Garuda Indonesia.
"Dalam kasus Garuda ada leasing yang terlalu mahal di mana rata rata dunia 5 persen, 4, 7 persen. Kita itu hampir 25 persen. Jadi ada indikasi yang tidak sehat. Karena itu ada proses penindakan secara tegas," pungkas Erick.
ADVERTISEMENT