Esai Foto: Menimbang Timah dari Laut Bangka

8 Juni 2021 7:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hendra, seorang penambang timah berusia 51 tahun, duduk di atas perahu kayu bersama para penambang lainnya saat mereka menuju ke ponton, 1 Mei 2021. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Hendra, seorang penambang timah berusia 51 tahun, duduk di atas perahu kayu bersama para penambang lainnya saat mereka menuju ke ponton, 1 Mei 2021. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
ADVERTISEMENT
Dari pantai pulau Bangka di Indonesia, penambang seperti Hendra berangkat dengan perahu setiap hari ke sejumlah ponton atau kapal tongkang kayu yang tersebar di lepas pantai yang dilengkapi untuk mengeruk dasar laut untuk mendapatkan endapan biji timah yang menguntungkan. Indonesia adalah pengekspor timah terbesar di dunia, timah digunakan dalam banyak hal mulai dari kemasan makanan hingga elektronik.
Dimas Putra Hermawan, 17, dan penambang timah lainnya menyiapkan tali saat memasang pipa hisap dan selang di ponton, 29 April 2021. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Penambang timah rakyat membawa karung pasir timah untuk diperiksa, ditimbang dan dikumpulkan di sebuah pantai di Toboali, 29 April 2021. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Tetapi deposit di pusat pertambangan Bangka-Belitung telah dieksploitasi secara besar-besaran di darat, meninggalkan bagian-bagian pulau di lepas pantai tenggara pulau Sumatra yang menyerupai lanskap bulan dengan kawah yang luas dan danau pirus yang sangat asam.
Penambang tanpa izin bekerja di area penambangan timah di Toboali, di pantai selatan pulau Bangka, Indonesia, 29 April 2021. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Pemandangan dari udara menunjukkan sebuah danau yang dikenal sebagai Kulong Biru (danau biru) di Koba, di pulau Bangka, Indonesia, 2 Mei 2021. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Penambang beralih ke laut. "Di darat, pendapatan kami berkurang. Tidak ada cadangan lagi," kata Hendra, 51, yang pindah kerja ke pertambangan timah lepas pantai sekitar setahun lalu setelah satu dekade berkecimpung di industri itu. "Di lautan, ada jauh lebih banyak cadangan," tambah dia.
Pemandangan udara menunjukkan ponton kayu yang dilengkapi untuk mengeruk dasar laut untuk deposit bijih timah di lepas pantai Toboali, di pantai selatan pulau Bangka, Indonesia, 1 Mei 2021. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Asap dari generator diesel mengepul dari ponton di lepas pantai Toboali, di pantai selatan pulau Bangka, Indonesia, 1 Mei 2021. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Pemandangan udara menunjukkan ponton kayu yang dilengkapi untuk mengeruk dasar laut untuk deposit bijih timah di lepas pantai Toboali, di pantai selatan pulau Bangka, Indonesia, 1 Mei 2021. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Ponton tua mengeluarkan gumpalan asap hitam dari generator diesel yang bergemuruh begitu keras sehingga para pekerja menggunakan gerakan tangan untuk berkomunikasi. Hendra, yang seperti kebanyakan orang Indonesia menggunakan satu nama, mengoperasikan enam ponton, masing-masing diawaki tiga hingga empat pekerja, dengan pipa-pipa yang panjangnya bisa lebih dari 20 meter untuk menyedot pasir dari dasar laut.
ADVERTISEMENT
Campuran air dan pasir dipompa dialirkan melintasi hamparan tikar plastik yang menjebak pasir hitam berkilau yang mengandung bijih timah. Hendra termasuk di antara puluhan penambang rakyat yang bermitra dengan PT Timah untuk memanfaatkan konsesi penambang negara. Para penambang dibayar sekitar Rp 70.000 hingga Rp 80.000 per kilogram pasir timah yang mereka pompa, dan ponton biasanya menghasilkan sekitar 50 kg sehari, kata Hendra.
Dimas Putra Hermawan, 17, dan penambang timah lainnya menyiapkan pasir hitam berkilauan dari bijih timah, 29 April 2021. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Penambang timah rakyat memasang pipa hisap di sebuah ponton di lepas pantai Toboali, di pantai selatan pulau Bangka, Indonesia (1/5). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
PT Timah telah meningkatkan produksi dari laut. Data perusahaan menunjukkan cadangan timah terbukti di darat adalah 16.399 ton tahun lalu, dibandingkan dengan 265.913 ton di lepas pantai.
Tumpukan timah blok olahan, siap untuk diekspor, terlihat di dalam gudang di Pangkal Pinang, di pulau Bangka, Indonesia, 4 Mei 2021. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Ekspansi besar-besaran, ditambah dengan laporan penambang ilegal yang menargetkan deposit lepas pantai, telah meningkatkan ketegangan dengan para nelayan, yang mengatakan bahwa tangkapan mereka turun karena penambangan terus-menerus di tempat penangkapan ikan mereka sejak 2014.
ADVERTISEMENT
Nelayan Apriadi Anwar mengatakan di masa lalu keluarganya mendapatkan cukup uang untuk membayar dua adiknya untuk kuliah, tetapi dalam beberapa tahun terakhir, mereka hampir tidak tergores.
“Jangankan kuliah, untuk membeli makanan saja sekarang ini susah,” kata Apriadi, 45, yang tinggal di Desa Batu Perahu.
Apriadi mengatakan jaring ikan bisa tersangkut di peralatan pertambangan lepas pantai, sementara trawl dasar laut untuk menemukan lapisan bijih telah mencemari perairan yang dulunya murni. “Ikan semakin langka karena karang tempat mereka bertelur sekarang tertutup lumpur hasil penambangan,” tambahnya.
Penambang timah rakyat memasang pipa hisap di sebuah ponton di lepas pantai Toboali, di pantai selatan pulau Bangka, Indonesia (1/5). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Supriandi Jamil, 41, seorang nelayan setempat, berjalan di air saat dia membantu nelayan lain, 2 Mei 2021. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Kelompok lingkungan hidup Indonesia Walhi telah berkampanye untuk menghentikan penambangan di laut, terutama di pantai barat Bangka, di mana hutan bakau relatif terpelihara dengan baik.
ADVERTISEMENT
“Mangrove adalah benteng ekologis bagi kawasan pesisir,” kata Jessix Amundian, direktur eksekutif Walhi Bangka Belitung.
Dalam sebuah pernyataan, PT Timah mengatakan pihaknya berkomunikasi dengan komunitas nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapan mereka, menambahkan bahwa pihaknya telah membangun terumbu buatan untuk membantu mengisi kembali laut sesuai dengan peraturan.
Pihak berwenang telah menindak industri timah dari waktu ke waktu, terutama penambangan ilegal, dan cadangan lahan yang tersisa seringkali sulit diakses atau membutuhkan alat berat untuk dieksploitasi. Meski demikian, kenaikan harga timah menjadi insentif untuk mengatasi kendala tersebut.
Amri, seorang penambang ilegal di Bangka, mengatakan bahwa dia telah memulai kembali operasi lahannya setelah jeda 14 bulan ketika harga timah naik karena pasokan global yang lebih ketat. (USD 1 = Rp 14.260).
Ikan tergeletak di dalam jerigen di desa Batu Perahu, di Toboali, di pantai selatan pulau Bangka, Indonesia, 2 Mei 2021. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Supriandi Jamil, 41, seorang nelayan setempat, beristirahat setelah membantu nelayan lain menurunkan tangkapan mereka, 2 Mei 2021. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
***
ADVERTISEMENT
Dilaporkan Fransiska Nangoy melalui Reuters