ESDM: PLTU yang Ikut Perdagangan Karbon Bertambah Jadi 146 Unit di 2024

23 Juli 2024 11:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
PLTU Cirebon 1. Foto: Cirebon Power/HO/Antara
zoom-in-whitePerbesar
PLTU Cirebon 1. Foto: Cirebon Power/HO/Antara
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan jumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang mengikuti perdagangan karbon di sektor pembangkit listrik fase pertama bertambah menjadi 146 unit di tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan berdasarkan peta jalan perdagangan karbon subsektor pembangkit listrik, perdagangan karbon ini berpotensi dapat menurunkan emisi gas rumah kaca lebih dari 100 juta ton CO2 ekuivalen di tahun 2030.
Perdagangan karbon di subsektor tersebut, kata Dadan, diselenggarakan dalam tiga fase, yang pertama fase pertama 2023-2024, kemudian fase kedua 2025-2027, dan fase ketiga 2028-2030.
Memasuki tahun kedua atau periode terakhir fase pertama, peserta perdagangan karbon terus bertambah. Adapun pada tahun 2023, jumlah peserta yakni 99 unit PLTU berbasis batu bara yang terhubung kepada jaringan PLN dengan kapasitas yang lebih besar atau sama dengan 100 megawatt (MW).
"Untuk tahun ini jumlah peserta menjadi 146 unit dengan adanya tambahan kapasitas unit PLTU batu bara dengan kapasitas yang lebih besar atau sama dengan 25 MW. Jadi kami terus meningkatkan dari sisi peserta yang ikut di dalam perdagangan karbon secara khusus untuk pembangkit tenaga listrik," ujarnya saat Webinar Perdagangan dan Bursa Karbon Indonesia, Selasa (23/7).
ADVERTISEMENT
Dadan menjelaskan, perdagangan karbon akan diterapkan secara bertahap ke seluruh pembangkit tenaga listrik dengan bahan bakar fosil, baik yang terhubung kepada jaringan PLN maupun untuk penggunaan sendiri, seperti pembangkit untuk kepentingan sendiri dan juga pembangkit di wilayah usaha non-PLN.
"Tiga fase tersebut nanti akan secara bertahap meningkatkan dari standar emisinya, standar emisi karbondioksida untuk pembangkit tenaga listrik, terutama yang berbasis tenaga uap atau menggunakan bahan bakar batu bara," jelasnya.
Seiring berjalannya waktu, Dadan menyebutkan standar perdagangan karbon akan semakin diperketat, seperti batas emisi akan semakin kecil sehingga nantinya diperlukan kombinasi antara perdagangan karbon dan juga carbon offset.
PLTU Sumsel-8 resmi beroperasi secara komersial. Foto: dok. PT Bukit Asam
Berdasarkan dari hasil transaksi perdagangan karbon di tahun 2023, Kementerian ESDM mencatat total transaksi sebesar 7,1 juta ton CO2 ekuivalen atau senilai Rp 84,17 miliar, di mana 7 juta ton ini berasal 7,04 juta ton berasal dari transaksi perdagangan emisi melalui mekanisme langsung.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, terdapat 4 kategori PLTU peserta perdagangan karbon di tahun 2023, yakni 25 unit PLTU non mulut tambang di atas 400 MW, 60 unit PLTU non mulut tambang antara 100-400 MW, dan 14 unit PLTU mulut tambang di atas 100 MW.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman Hutajulu, menuturkan total emisi yang dikeluarkan seluruh 99 PLTU tersebut mencapai 20 juta ton CO2 ekuivalen (CO2e) berdasarkan pendataan Kementerian ESDM.
Dari total produksi emisi tersebut, sebanyak 10,2 juta ton CO2e berasal dari perusahaan yang surplus atau memproduksi emisi di bawah Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi GRK (PTBAE) yang telah ditetapkan dalam Kepmen ESDM No 14 Tahun 2023.
Sementara sebanyak 9,7 juta ton CO2e berasal dari perusahaan yang defisit atau memproduksi emisi di atas ketentuan PTBAE. Dengan demikian, ada potensi 500 ribu ton CO2e yang diperdagangkan di subsektor pembangkit listrik tahun ini.
ADVERTISEMENT
"Kami sudah mencatat 20 juta CO2e yang potensi untuk diperdagangkan, yang surplus sekitar 500 ribu ton. Itu nanti dilempar ke pasar, bagi yang defisit nanti dibeli nanti dari sana," ujarnya kepada awak media di kantor Kementerian ESDM, Rabu (22/2/2023).