Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
ESDM soal Filipina Bakal Setop Ekspor Bijih Nikel: Picu Persaingan Investasi
13 Mei 2025 15:33 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Julian Ambassadur Shiddiq, mengatakan kebijakan tersebut akan menjadikan Filipina pesaing baru Indonesia dalam menarik investasi di sektor hilirisasi mineral.
Namun di sisi lain, pemerintah juga menilai hal tersebut akan meningkatkan harga nikel. Sebab, industri pengolahan hanya akan bertumpu pada pasokan di dalam negeri dan tidak lagi mengimpor dari Filipina.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total impor bijih nikel dan konsentrat (kode HS 26040000) dari Filipina sepanjang tahun 2024 mencapai 10,18 juta metrik ton dengan nilai impor USD 445 juta.
Sementara selama Januari-Februari 2025, realisasi impor bijih nikel dari Filipina mencapai 110.950 metrik ton senilai USD 4,45 juta.
"Kebijakan Filipina memang berpotensi menciptakan persaingan dalam menarik investasi di sektor hilirisasi nikel, namun di sisi lain juga berpotensi membuat harga bahan baku bijih nikel di penambang akan meningkat karena sumber bahan baku hanya ada dari dalam negeri," jelasnya kepada kumparan, Selasa (13/5).
Adapun saat ini harga nikel global masih lesu. Berdasarkan situs tradingeconomics pada penutupan perdagangan Senin (12/5), harga nikel berada di level USD 15.555, turun 1,86 persen dari hari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Picu Persaingan Investasi
Julian mengatakan, langkah Filipina yang berencana menghentikan ekspor bijih nikel mulai Juni tersebut mencerminkan tren global menuju peningkatan nilai tambah komoditas tambang di dalam negeri.
"Sebagai negara yang telah lebih dahulu menerapkan kebijakan hilirisasi sejak 2014, Indonesia melihat bahwa langkah Filipina merupakan bentuk pengakuan atas keberhasilan Indonesia dalam membangun ekosistem industri pengolahan dan pemurnian (smelter)," ungkapnya.
Dengan demikian, Julian menilai hal ini menjadi sinyal positif bahwa negara-negara produsen nikel mulai fokus pada keberlanjutan industri dan kedaulatan sumber daya.
Meski Filipina bakal menjadi pesaing baru di sektor hilirisasi mineral, dia menyebutkan Indonesia masih memiliki beberapa keunggulan dalam hal persaingan investasi asing, termasuk infrastruktur hilirisasi yang sudah lebih dulu terbentuk serta cadangan nikel yang besar.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah juga terus berupaya meningkatkan daya saing, terutama dalam hal kepastian hukum, insentif investasi, dan efisiensi birokrasi agar tetap menjadi tujuan utama investor global di industri nikel," tandas Julian.
Sebelumnya, berdasarkan laporan Bloomberg pada 6 Februari 2025 lalu, Kongres Filipina memutuskan akan meratifikasi RUU yang melarang ekspor mineral mentah paling cepat Juni.
Kongres sedang dalam masa reses setelah minggu ini dan sidang akan dilanjutkan pada bulan Juni, tetapi Presiden Senat Francis Escudero berharap akan ada rapat komite bikameral dengan anggota dari Senat dan DPR untuk membahas RUU tersebut.
RUU tersebut bertujuan untuk melarang ekspor bijih mentah dalam upaya untuk meningkatkan industri pertambangan hilir. RUU tersebut berupaya memberlakukan larangan tersebut 5 tahun setelah UU ditandatangani untuk memberi waktu kepada penambang untuk membangun pabrik pengolahan.
ADVERTISEMENT
"Jika ini dilakukan, saya yakin ini akan menjadi pengubah permainan bagi negara kita jika kita akhirnya memiliki pemrosesan di sini," kata Escudero.