Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ESDM: Tahun Ini Ada Tambahan Pembangkit Listrik 500 MW dari Energi Terbarukan
26 Januari 2022 14:14 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Indonesia menargetkan bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada tahun 2025. Dari target tersebut, sampai tahun 2021 realisasi EBT masih mencapai 13,5 persen. Untuk mencapai target tersebut, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial mengatakan, Kementerian ESDM terus berupaya untuk menambah kapasitas pembangkit listrik tenaga energi baru terbarukan (EBT).
ADVERTISEMENT
“Pada tahun 2021 ini realisasi kapasitas terpasang pembangkit listrik EBT telah mencapai 11.152 Mega Watt (MW), dan di tahun 2022 akan ditargetkan mencapai 11.791 Mega Watt. Jadi kurang lebih ada penambahan lebih dari 500 Mega Watt,” kata Ego dalam Indonesia Economic Outlook 2022, Rabu (26/1).
Kapasitas PLT EBT yang ditargetkan tahun 2022 tersebut terdiri dari 6.792,6 MW tenaga air, 2.384,9 MW tenaga panas bumi, 1.963,7 MW tenaga bioenergi, 495,3 MW tenaga surya, 156,3 MW tenaga angin, dan paling kecil 3,6 MW tenaga hibrida.
Adapun realisasi kapasitas PLT EBT tahun 2021 sebetulnya di bawah dari yang ditargetkan yaitu 11.357 MW. Untuk itu, Ego mengatakan Kementerian ESDM terus berupaya melakukan percepatan peningkatan pembangkit listrik EBT.
ADVERTISEMENT
“Strategi yang dilakukan selain melakukan phasing out pembangkit listrik batu bara secara bertahap dan melakukan penggantian pembangkit listrik tenaga diesel dengan pembangkit listrik EBT, pemerintah juga akan terus mendorong co-firing PLTU,” ungkapnya.
Selain itu, Ego mengatakan juga akan terus melakukan pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang ditargetkan mencapai kapasitas 3,6 Giga Watt atau 3.600 MW pada tahun 2025, serta mempercepat penetapan peraturan presiden mengenai EBT.
“Saat ini pembangkit listrik masih didominasi oleh pembangkit fosil yang berpotensi menghasilkan emisi karbon, sedangkan pembangkit EBT pemanfaatannya relatif kecil, di samping itu akses listrik belum mencapai 100 persen, dan konsumsi listrik per kapita di Indonesia relatif rendah,” ujarnya.