Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ESDM Terbitkan Skema Gross Split Baru, akan Diminati Investor Hulu Migas?
23 Agustus 2024 11:09 WIB
ยท
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Kementerian ESDM mengubah skema Bagi Hasil skema gross split yang baru (New GS) dalam aturan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 13 tahun 2024 tentang kontrak bagi hasil gross split.
ADVERTISEMENT
Beleid tersebut merupakan revisi yang dari aturan sebelumnya dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Dalam kontrak New GS, komponen bagi hasil (split) kontraktor disederhanakan dari sebelumnya mencakup 13 komponen menjadi hanya 5 komponen sehingga lebih implementatif, sederhana, dan besaran split-nya juga lebih menarik bagi kontraktor.
Pemerintah berharap regulasi tersebut bisa menarik lebih banyak minat investor hulu migas, sebab Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) bisa langsung mendapatkan bagi hasil 75-95 persen. Pada aturan lama, KKKS harus mengajukan tambahan split ke pemerintah untuk mendapatkan keekonomian lebih besar.
ADVERTISEMENT
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal, menilai minat investor atau KKKS terhadap hulu migas Indonesia tidak akan meningkat banyak dengan perubahan aturan gross split ini.
"Sebenarnya yang sekarang Permen yang lama pun bisa saja mau sampai 95 persen, jadi sebenarnya tidak ada hambatan, karena di Permen lama itu ada ada satu klausa mengenai diskresi menteri," jelasnya saat dihubungi kumparan, Jumat (23/8).
Moshe melanjutkan, jika KKKS bisa menjustifikasi keekonomian lapangan migas, Menteri ESDM seharusnya bisa memberikan bagi hasil untuk KKKS hingga 95 persen, atau bahkan 100 persen di awal tanpa mengajukan diskresi gross split.
Hanya saja, menurut dia, masalah menarik atau tidaknya investasi hulu migas melalui skema gross split ini bukan terletak dari penyederhanaan birokrasi, melainkan kepastian porsi yang didapat KKKS sejak awal teken kontrak.
ADVERTISEMENT
"Nah yang jadi masalah itu adalah ketidakpastian gross split sekarang, kenapa gross split kurang laku sebenarnya bukan masalah lebih tidak ekonomis, karena split sendiri itu bisa fleksibel, yang jadi masalah adalah ketidakpastian," tegas Moshe.
Pasalnya, para KKKS baru bisa mendapatkan kepastian bagi hasil gross split setelah merampungkan rencana pengembangan (plan of development/PoD). Dia menyebut, seharusnya bagi hasil sudah ditentukan sejak awal kontrak ditandatangani.
"Bayangkan kalau orang eksplorasi 6-10 tahun tanpa mengetahui bakalan dapat berapa, split-nya itu baru bisa pasti setelah pada saat POD, dan itu investor tidak ada yang suka seperti itu karena tidak clear, ragu," ungkap Moshe.
Moshe menyebutkan, berapa pun besaran bagi hasil yang ditentukan, pemerintah tidak akan menanggung risiko kegiatan hulu migas, melainkan menjadi tanggung jawab KKKS. Hal tersebut diharapkan bisa menjadi landasan kuat untuk memberi kepastian bagi hasil sejak awal.
ADVERTISEMENT
"Ya memang KKKS bisa untung besar-besaran, tapi juga bisa buntung besar-besaran. Pemerintah kan sama sekali tidak mengambil risiko, semua ada di KKKS risikonya. Jadi pemerintah tidak usah terlalu banyak pusing-pusing," tegas dia.
Toh, kata dia, jika akhirnya pemerintah mendapatkan bagi hasil yang kecil dari skema gross split, KKKS masih harus menyetor pajak yang sangat besar kepada negara hingga 40 persen dari total porsi pendapatan yang diterima.
"Negara masih tetap dapat 40 persen pajak. Pajak di migas itu paling besar dari industri lain, karena macam-macam komponennya ada branch profit tax yang tidak ada di industri lain. Jadi tidak usah khawatir negara tidak mendapatkan apa-apa," tandas Moshe.
Sementara itu, Founder & Advisor ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto, menilai skema new gross split positif bisa meningkatkan keekonomian lapangan yang menggunakan skema bagi hasil tersebut. Namun, lanjut dia, ketertarikan investor tidak akan langsung bisa meningkat.
ADVERTISEMENT
"Tapi tidak akan serta merta bisa menarik investasi. Apalagi investasi skala lapangan besar," ungkapnya.
Pri Agung menilai yang diperlukan pemerintah sejak awal untuk menarik investasi hulu migas sebenarnya bukan skema gross split saja, melainkan satu paket dengan upaya lain untuk mempermudah usaha hulu migas bagi KKKS.
"Prospek WK yang berkualitas, kemudahan berusaha dan melakukan kegiatan operasional, keekonomian dan komersialitas yang kompetitif, konsistensi regulasi-kebijakan yang memberi kepastian berusaha. Itu yang diperlukan," tuturnya.
Dia menjelaskan, skema bagi hasil gross Split hanya bagian kecil dari salah satu sistem fiskal yang ada di Indonesia dan tidak lebih kompetitif dibandingkan skema bagi hasil cost recovery.
"Sebaiknya juga jangan terlalu terus menerus berkutat pada sistem gross split ini. Jika mau benar-benar progresif, lebih baik mengkaji penerapan sistem tax-royalti sebagaimana yang diterapkan di pertambangan umum," kata Pri Agung.
ADVERTISEMENT