Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Esther Gayatri, Pilot Wanita Penguji Pesawat Satu-satunya di Indonesia
13 September 2018 10:13 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Siang itu, di tengah perayaan hari jadi PT Dirgantara Indonesia (Persero) (PTDI) ke-42 di Hanggar Rotary Wing, Kawasan Produksi II PT DI di Bandung, tampak seorang wanita berusia sekitar 56 tahun berjalan dengan seragam biru khas seorang teknisi. Matanya sesekali melirik ke arah panggung sambil mengawasi lima helikopter yang dipajang PTDI di belakang panggung perayaan hari jadi.
ADVERTISEMENT
“Nama saya Captain Esther Gayatri. Jangan ketinggalan Captainnya kalau memanggil saya. Susah soalnya dapat gelar itu,” katanya saat ditemui di Hanggar Rotary Wing, Kawasan Produksi II PT DI di Bandung, Kamis (13/9).
Captain Esther Gayatri merupakan seorang pilot uji coba pesawat di PTDI Bandung. Lebih tepatnya, satu-satunya perempuan yang menyandang gelar sebagai test pilot di PTDI.
“Saat pesawat telah selesai di desain dan dibuat, giliran saya yang bertugas memastikan pesawat tersebut layak terbang atau memiliki jaminan keselamatan penerbangan,” katanya lagi.
Hampir separuh dari usianya, dihabiskan mengabdi dalam dunia dirgantara. Dia mengaku tertarik dengan dunia penerbangan sejak usia dini. Kala itu, kisahnya, dia sering berpergian ke beberapa daerah menggunakan pesawat.
ADVERTISEMENT
“Dulu waktu kecil sering pergi ke sana kemari pakai pesawat. Pernah waktu itu saya naik pesawat Cassa ke Kalimantan, saya lihat kok ada banyak tombol pengaturannya, terus juga pilotnya kok bisa tahu arah pesawat harusnya belok ke mana, padahal yang dia lihat cuma langit di depan,” katanya lagi.
Karenanya, usai menamatkan bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), Captain Esther memutuskan untuk mendaftar di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia di Banten. Namun, dia ditolak karena tidak memenuhi kriteria tinggi badan dan jurusan di SMA. Sebab, sewaktu SMA Captain Esther mengambil jurusan IPS, sementara sekolah penerbangan yang hendak dia tuju meminta para siswa dari jurusan IPA.
“Akhirnya saya sekolah ke Amerika. Di sana saya masuk ke sekolah penerbangan Swayer School of Aviation di Phoenix, Amerika Serikat,” kisahnya.
ADVERTISEMENT
Menempuh pendidikan penerbangan di Amerika ternyata tak lantas membuat jalan karier Esther cemerlang. Setelah lulus dari Amerika, dia kembali ke tanah air dan ingin mengubah lisensi yang dia peroleh dari Amerika menjadi lisensi Indonesia. Namun, permohonan pengubahan lisensi ini pun ditolak.
“Itu salah satu syarat seleksi pilot. Tapi, itu pun ditolak,” kenangnya.
Captain Esther mengungkap bahkan dia pernah direndahkan oleh salah satu pejabat di Kementerian Perhubungan karena statusnya sebagai perempuan yang dianggap tak layak menjadi pilot. Tetapi, bukan Captain Esther namanya kalau berhenti hanya karena remehan orang lain.
Dia berusaha untuk menghubungi Menteri Perhubungan yang saat itu ditempati oleh Roesmin Noerjadin. Hal ini dilakukan agar dia bisa diikutsertakan dalam seleksi tes pilot. Akhirnya, Captain Esther dinyatakan lulus.
“Saya pernah dianggap karena perempuan, tidak layak jadi pilot. Cocoknya di rumah saja ngurus rumah tangga. Enggak akan mampu menyelesaikan tes pilot. Yapi, buktinya, saya lulus. Saya justru jadikan omongan orang-orang terhadap saya itu sebagai motivasi,” katanya.
ADVERTISEMENT
Berkat kegigihannya ini, Captain Esther diangkat oleh B.J. Habibie sebagai co-pilot di PTDI. Dia kemudian menjadi satu-satunya pilot uji coba perempuan di Indonesia.
“Ada banyak tahapan yang harus saya lalui sebelum menempati posisi sekarang ini. Mulai dari co-pilot, pilot, lalu jadi test pilot. Meski begitu, saya masih belajar juga sampai sekarang,” tutupnya.