Faisal Basri Bicara soal Menteri Baru dan Calon Dirjen Pajak

16 Oktober 2019 9:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ekonom Senior, Faisal Basri saat ditemui di Tjikini Lima, Selasa (15/10). Foto: Abdul Latif/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ekonom Senior, Faisal Basri saat ditemui di Tjikini Lima, Selasa (15/10). Foto: Abdul Latif/kumparan
ADVERTISEMENT
Ekonom Senior dan Pendiri Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Faisal Basri memberikan komentar mengenai calon menteri baru di era kabinet kedua Joko Widodo dan Ma’ruf Amin.
ADVERTISEMENT
Pria kelahiran Bandung ini secara umum berharap agar nantinya yang menjadi menteri khususnya di Kementerian Strategis bukan dari orang politisi. Sebab, kementerian strategis antara lain Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, hingga Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merupakan pondasi sektor ekonomi Indonesia.
"Menteri dari partai kerjanya cari rente terus. Akibatnya penurunan (penerimaan pajak) share manufaktur yang merupakan sumber nomor satu pajak," katanya saat di sela-sela diskusi publik Pajak: Mencari Dirjen Atau Dirijen?" di Tjikini Lima Resto, Jakarta Pusat, Selasa (15/10).
Meski demikian, Faisal Basri mengungkapkan Kuntoro Mangkusubroto cocok jadi menteri strategis pemerintahan Jokowi - Ma'ruf.
Namun, Faisal Basri menyebut usulan menteri pilihannya ditolak oleh Presiden Jokowi.
"Enggak berkenan aja Pak Jokowi," katanya singkat kepada awak media.
ADVERTISEMENT
Faisal Basri mengaku tak mengetahui alasan Presiden Jokowi menolak usulan menteri pilihannya. Padahal, menurutnya Kuntoro sangat layak menjabat menteri strategis di kepemimpinan Jokowi - Ma'ruf Amin mendatang.
Faisal Basri Beberkan Kriteria Calon Dirjen Pajak Baru
Faisal Basri memberikan kriteria ideal calon Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang baru. Saat ini yang menjabat Dirjen Pajak Kemenkeu yaitu Robert Pakpahan.
Menurut pria kelahiran Bandung ini, kriteria pertama yaitu yang memahami kondisi makroekonomi Indonesia secara komprehensif. Artinya, calon Dirjen Pajak nantinya memahami persoalan masing-masing sektor industri.
"Karena pajak itu berkaitan dengan kondisi makroekonomi jadi kalau misalnya dilihat memilih ke arah mana, oh e-commerce, nah bagaimana membidik pajak di e-commerce," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, Faisal menjelaskan, nantinya yang berhak menjabat Dirjen Pajak yang baru harus bisa memburu pajak berdasarkan potensi industri. Artinya, supaya penerimaan seimbang untuk perusahaan dan perorangan.
"Kemudian misalnya di Lampung produsen kopi terbesar di Indonesia. Tapi penerimaan pajak dari pengusaha kopi sedikit, jadi yang mengerti potensi pajak yah," imbuhnya.
Faisal Basri (tengah) saat diskusi di Katadata Insight Center, Jakarta Selatan, Jumat (4/10). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Tak lupa, Faisal juga mengingatkan masih banyaknya potensi penerimaan pajak yang belum terjamah secara maksimal. Ia mencontohkan, pekerja informal yaitu driver taksi dan ojek online.
"Tapi kalau Gojek enggak ada gajinya enggak ada slip gajinya," jelasnya.
Sebagai catatan, 20 Oktober 2019 Presiden Jokowi akan melantik menteri kabinet kedua Jokowi-Ma'ruf Amin, sekaligus pelantikan Dirjen Pajak periode kedua.
Faisal Basri Usul Driver Ojek Online Ikut Bayar Pajak
ADVERTISEMENT
Ekonom senior, Faisal Basri, menyoroti tren penerimaan negara dari pajak yang tidak mencapai target dalam beberapa tahun terakhir. Dia pun mengusulkan satu ide untuk menambah pendapatan pajak negara. Misalnya mengenakan pajak kepada supir ojek online (ojol).
"Jadi ya gimana mau diwajibkan NPWP buat supir Gojek. Tapi kalau pabrik pertumbuhan niscaya pabrik itu punya nomor usaha formal dia bayar pajak perusahaan, dia bayar PPN, dan (pajak) pegawai-pegawai dari pabrik tinggal dipotong dari gaji. Tapi kalau Gojek enggak ada gajinya, enggak ada slip gajinya," ucapnya saat ditemui di Tjikini Lima, Jakarta Pusat, Selasa (15/10).
Ojek online menunggu orderan di sekitar Stasiun Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Faisal mengapresiasi upaya perusahaan seperti Gojek dan Grab yang bisa memangkas angka pengangguran dengan menarik mitra kerja. Namun, ia menganggap hal tersebut belum efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkualitas lantaran belum berperan besar dalam menyumbang pajak nasional.
ADVERTISEMENT
"Artinya orang yang bekerja bisa bayar pajak. Tapi kalau bekerjanya di Gojek Grab kan enggak ada NPWP-nya. Jadi ekonomi tumbuh berkualitas juga sangat penting," imbuh dia.
Menurutnya, sebuah badan usaha formal bakal melakukan pemotongan pajak pendapatan kepada para pegawainya. Sementara driver ojol berstatus sebagai mitra kerja sehingga tidak mendapat slip gaji dari perusahaan yang mempekerjakannya.
Selain ojol, Faisal juga menyebut e-commerce yang tumbuh subur di era digital ini sebagai ladang untuk memaksimalkan potensi penerimaan pajak negara.
"Kemudian misalnya digital susah dilihat potensi pajaknya gimana enggak kelihatan. Nah makanya tadi Dirjen Pajak harus bertransformasi in line dengan perubahan ekonomi mengarah ke digital, e-commerce," katanya.
Sebelumnya Realisasi penerimaan perpajakan (pajak dan bea cukai) tercatat meningkat. Sepanjang 2018, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.521,4 triliun atau 94 persen dari target APBN 2018 senilai Rp 1.618,1 triliun.
ADVERTISEMENT