news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Faisal Basri: Demi Inflasi Dipuji-puji, Kelimpungan karena Subsidi Energi

29 Agustus 2022 18:08 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri.  Foto: Akbar Maulana/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri. Foto: Akbar Maulana/kumparan
ADVERTISEMENT
Ekonom senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menyoroti kondisi anggaran subsidi dan kompensasi energi pemerintah saat ini yang berpotensi jebol. Karena hal itu pula, pemerintah saat ini tengah berpikir keras memilih jalan keluar, salah satunya wacana menaikkan BBM.
ADVERTISEMENT
Faisal menilai, pemerintah selama ini terlalu membanggakan diri dengan capaian inflasinya, di sisi lain harga bahan bakar terus ditahan meskipun harganya sudah jauh dari harga keekonomian.
"Masalah ini oleh pemerintah ditimbun satu satu. Sudah 5 tahun harga BBM enggak naik, listrik juga 5 tahun enggak naik. Demi stabilitas harga sehingga inflasi dipuji-puji, inflasi kita paling rendah di ASEAN. Tapi ongkosnya ini menimbun masalah. Tidak terjadi proses penyesuaian gradual," kata Faisal saat ditemui di Cikini Jakarta, Senin (29/8).
Kementerian Keuangan mencatat, jika mengacu harga minyak dunia yang saat ini di level USD 100 per barel dan kurs rupih Rp 14.700 per USD, maka harga Pertalite harusnya dijual Rp 14.450 per liter. Artinya, harga Pertalite sekarang ini yang dijual Rp 7.650 per liter hanya 53 persen dari harga seharusnya alias disubsidi Rp 6.800 per liter.
ADVERTISEMENT
Adapun solar saat ini dijual Rp 5.150 per liter, di mana harga keekonomiannya saat ini seharusnya mencapai Rp 13.950/liter. Sementara Pertamax saat ini dijual dengan harga Rp 12.500/l yang seharusnya harga keekonomiannya mencapai Rp 17.300/liter.
Faisal mengatakan bahwa skema penyesuaian harga BBM yang dilakukan secara bertahap seolah tidak digubris Jokowi dan lebih memilih bagaimana memastikan inflasi Indonesia tetap rendah.
"Kemungkinan, kira-kira (harga) Pertalite (menjadi) Rp 10.000, kalau Pertalite Rp 10.000, (itu naiknnya) 30 persen. Siapa yang enggak nyesek kalau naiknya 30 persen. Coba kalau gradual, naik 100 turun 200 naik terus," pungkasnya.
Pengendara sepeda motor mengantre membeli bahan bakar Pertalite di SPBU kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (30/3). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

Subsidi Energi Berpotensi Jebol

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut subsidi energi sebesar Rp 502 triliun akan habis pada Oktober 2022. Pasalnya, tingkat konsumsi untuk Solar dan Pertalite diperkirakan melampaui kuota anggaran yang telah ditetapkan di APBN.
ADVERTISEMENT
"Yang terjadi sekarang konsumsi untuk Solar dan Pertalite diperkirakan jauh melampaui apa yang ada di APBN. Menurut Kementerian ESDM dan BPH Migas, akan mencapai 17,44 juta KL solar. Artinya 115 persen yang sudah dianggarkan APBN," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, di Jakarta, Jumat (25/8).
"Sedangkan Pertalite lebih besar lagi dengan konsumsi 8 bulan akan mencapai 29,07 juta KL. Artinya Pertalite jumlahnya 126 persen dari kuota," tambahnya.
Jika diasumsikan, selama 8 bulan terakhir 15,1 juta KL solar akan habis di bulan Oktober. Demikian pula dengan Pertalite, sebanyak 23,05 juta KL akan habis di bulan Oktober jika asumsi konsumsi tetap sama yakni di level 2,4 juta KL atau 2,5 KL per bulan.
ADVERTISEMENT
Bendahara negara tersebut mengungkapkan, jika tren tersebut dibiarkan, pemerintah perlu menambah anggaran subsidi energi sebesar Rp 195 triliun. Artinya, jumlah subsidi menjadi Rp 698 triliun.