Faisal Basri: RI Bayar Utang dengan Utang Baru Lagi, Gali Lubang Tutup Lubang

9 Januari 2024 17:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ekonom Faisal Basri dalam program Diptalk kumparan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ekonom Faisal Basri dalam program Diptalk kumparan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Ekonom senior Faisal Basri menyebut Indonesia harus gali lubang tutup lubang demi bayar utang. Per Oktober 2023, utang Indonesia mencapai Rp 8.000 triliun, dan dia prediksi utang Indonesia tembus Rp 8.700 triliun saat akhir periode Presiden Jokowi 2024 ini.
ADVERTISEMENT
Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu mengatakan, utang menjadi sebuah instrumen fiskal. Sebuah negara berutang ketika pendapatan mereka turun sementara pengeluaran tidak turun bahkan meningkat.
Di lain sisi, negara yang ekonominya sedang bagus juga tidak bisa lepas dari utang karena untuk membayar utang-utang lama. Faisal bilang, ini yang dialami Indonesia sekarang. Faisal menjelaskan, beban utang yang ditanggung pemerintah saat ini 13 persen terhadap total belanja dan 17 persen terhadap pendapatan.
"Sedemikian rupa bebannya itu di Indonesia untuk membayar utang pun kita tidak bisa kecuali dengan utang baru lagi. Jadi gali lubang tutup lubang," kata Faisal Basri dalam program DipTalk kumparan.
"Bahasa ekonominya itu premier balance-nya minus. Maksudnya total pendapatan dikurangi belanja di luar bayar bunga (utang) sudah tekor. Jadi bayar bunganya dari utang," sambung Faisal.
ADVERTISEMENT
Faisal juga menjelaskan alasan kenapa utang yang didapatkan Indonesia harus ditebus dengan bunga yang tinggi. Utang yang diambil melebihi kapasitas pasar untuk menyerap dan utang Indonesia lebih cepat bertambah dibanding melunasinya.
Faisal Basri membuat perumpamaan sederhana.
"Kalau Faisal hari ini gajinya misal 1.000, utangnya 700, 2.000 itu, yang memberikan utang kan 'wah ini gajinya 1.000 kok utangnya banyak banget. Oke deh, risiko saya jadi tinggi, kalau risiko tinggi bunganya dinaikkan," kata Faisal.

Performa Pajak Nyungsep Utang RI Naik

Faisal juga menjelaskan sebenarnya utang bisa dicegah. Menurutnya negara bisa utang karena belanja lebih besar dari pendapatan. Dia meminta pemerintah agar tak sembarangan tarik utang bila sumber pendapatan untuk melunasi utang tidak bisa didorong lebih besar. Di lain sisi, dia menyoroti pendapatan negara dari pajak performanya merosot.
ADVERTISEMENT
"Pajak itu di era Jokowi nyungsep. Nyungsepnya dari belasan persen, dan kita pernah mencapai 21 persen, di era Jokowi di bawah 10 persen," kata Faisal.
Faisal memberi perumpamaan lagi, pajak ibarat sebuah bibit pohon, yang harus dirawat dan ditangani dengan baik sehingga menghasilkan buah. Begitu juga dengan perekonomian yang harus dirawat dan dijaga agar penerimaan dari pajak meningkat.
"Jadi kegiatan ekonominya makin tidak berkualitas di era Jokowi. Kenapa? Nilai tambahnya, produktivitasnya menurun terus. peningkatannya menurun," kata Faisal.
Buktinya, sambung dia, adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stagnan di level 5 persen. Selain itu, produk yang dihasilkan industri domestik indeks kompleksitasnya masih kecil.
"Ada yang namanya complexity indeks. Semakin maju suatu negara produknya semakin kompleks, semakin banyak unsur teknologinya semakin banyak unsur otaknya. Di Indonesia turun complexity indeks-nya. Sehingga pajaknya sedikit, karena tumbuhnya kerdil," pungkasnya.
ADVERTISEMENT