Faisal Basri soal Konsumsi Membaik: Yang Disurvei Kelas Bawah

20 November 2019 17:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ekonom Senior, Faisal Basri saat ditemui di Tjikini Lima, Selasa (15/10). Foto: Abdul Latif/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ekonom Senior, Faisal Basri saat ditemui di Tjikini Lima, Selasa (15/10). Foto: Abdul Latif/kumparan
ADVERTISEMENT
Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri, menyangsikan bahwa konsumsi rumah tangga sebagai penyelamat pertumbuhan ekonomi domestik. Padahal menurutnya, konsumsi tersebut belum mencerminkan seluruh lapisan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Selama kuartal III 2019, konsumsi rumah tangga sebesar 5,01 persen, tumbuh tipis dibandingkan kuartal III 2018 yang sebesar 5,00 persen. Pertumbuhan ini menjadi satu-satunya komponen pengeluaran dalam produk domestik bruto (PDB) yang masih tumbuh positif.
"Konstruksi dari konsumsi itu kan survei namanya Susenas, adjust data produksi dan sebagainya. Karena susah menangkap orang kaya, kita sendiri juga enggak pernah disurvei. Makanya itu represent yang kelas bawah," ujar Faisal Basri di Hotel Millenium Sirih, Jakarta, Rabu (20/11).
Kelas bawah tersebut dinilai memiliki laju konsumsi yang lebih stabil dibandingkan lapisan kelas menengah maupun atas. Faisal mencontohkan, saat terjadi kenaikan harga tiket pesawat, lapisan kelas bawah akan tetap melakukan konsumsi seperti biasanya. Sementara lapisan kelas menengah dan atas, akan mengurangi pos pengeluaran lainnya demi tiket pesawat.
Midnight Sale di Mal Senayan City. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
"Kelas bawah konsumsi stabil, ya duitnya pas-pasan, tidak terjadi kenaikan pendapatan. Dia enggak ada bonus tahunan kayak kita, kalau terjadi kenaikan harga, dia tetap konsumsi makanan, minuman, tetap stabil," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sementara pada masyarakat kelas menengah dan atas saat ini lebih banyak melakukan konsumsi di sektor digital. Mulai dari e-commerce, pembelian aplikasi, maupun storage lainnya.
Untuk itu, Faisal Basri juga meminta Badan Pusat Statistik (BPS) memperbarui data mengikuti kondisi yang ada saat ini di masyarakat. Sebab transaksi digital itu belum tertangkap di otoritas statistik tersebut.
"Makanya harus diupdate terus metodologinya untuk cerminkan dinamika masyarakat, misalnya konsumsi untuk gadget, internet, cloud, storage, belum ada," tambahnya.