Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Fakta-fakta Pemerintah Tolak TikTok Shop: Mestinya Socmed Bukan Ekonomi Media
24 September 2023 8:15 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Pemerintah secara tegas menolak kehadiran TikTok Shop di Indonesia karena bisa berdampak ke melemahnya kinerja UMKM Indonesia. Untuk itu, Presiden Jokowi meminta untuk memastikan regulasi yang mengatur TikTok Shop akan segera dikeluarkan.
ADVERTISEMENT
Berikut kumparan rangkum sederet fakta pemerintah tolak TikTok Shop di Indonesia:
Socmed Bukan Ekonomi Semata
Jokowi mengakui TikTok Shop bisa berdampak ke melemahnya kinerja UMKM Indonesia. Untuk itu, ia memastikan regulasi yang mengatur TikTok Shop akan segera dikeluarkan.
Jokowi mengungkapkan regulasi tersebut saat ini sudah tahap finalisasi di Kementerian Perdagangan. Belakangan, desakan dari pelaku UMKM agar pemerintah menutup TikTok Shop makin kencang, karena dianggap mematikan usaha kecil.
"Karena kita tahu itu berefek pada UMKM, pada produksi di usaha kecil, usaha mikro dan juga pada pasar. Pada pasar di beberapa pasar sudah mulai anjlok menurun karena serbuan," kata Jokowi saat di IKN Nusantara, Sabtu (23/9).
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur nanti, akan dibedakan antara Social Commerce dengan E-commerce. Sehingga TikTok Shop akan diatur secara khusus.
ADVERTISEMENT
Alasan Larang TikTok Berbisnis Medsos dan E-commerce Bersamaan
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki membandingkan di Tiongkok, TikTok di media sosial dipisah dengan e-commerce. Sedangkan di Indonesia, bisnis media sosial dan commerce masih digabung.
“Di Tiongkok dipisah antara TikTok medsos-nya dan TikTok Shop. Di Indonesia dibolehkan, yang bodoh siapa itu loh. Apalagi di sini hanya kantor perwakilan, ada permendag mengatur enggak boleh dagang langsung,” kata Teten dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR, Selasa (12/9).
Teten mengungkapkan 56 persen e-commerce di Indonesia sudah dikuasai asing. Sedangkan 44 persen dikuasai oleh sektor domestik. Bahkan, pedagang di Tanah Abang sudah mengeluh bahwa produknya tidak bisa bersaing.
“Dalam waktu 10 tahun di China 2012-2022 ekonomi digital meningkat 5 kali lipat. Di sana menyumbang 41,5 persen GDP dan 90 persen domestik asingnya 10 persen. Kalau kita tidak mengatur siapa yang bodoh, jadi bukan saya mau melarang tiktok,” tutur Teten.
ADVERTISEMENT
Omzet Pedagang Pasar Tanah Abang Anjlok
Beberapa waktu yang lalu, Teten sempat melakukan blusukan ke pasar Tanah Abang Blok A. Kondisi pasar terpantau sangat ramai ketika Menkop UKM itu datang. Mereka berteriak mengeluhkan sepinya dagangan.
Teten juga sempat menyambangi yang tengah menjajakan baju secara online melalui fitur live di TikTok.
"Saya sudah keliling, saya juga sudah tanya. Mereka mengeluhkan penurunan omzet rata-rata di atas 50 persen," kata Teten di Pasar Tanah Abang Blok A, Selasa (19/9).
Teten memproyeksi penurunan omzet dapat terjadi permanen. Pasalnya, para pedagang tak dapat bersaing dengan para artis atau influencer yang menjual dagangan secara online melalui TikTok.
"Memang banyaklah atau public figur di kalangan artis yang punya follower banyak mempromosikan produk dari luar," kata Teten.
ADVERTISEMENT
Kemendag Tidak Larang Tiktok Shop, Tapi Dibuat Regulasi Khusus
Kementerian Perdagangan (Kemendag) belum bisa melarang beroperasinya TikTok Shop di Indonesia. Namun, layanan yang disebut banyak merugikan UMKM lokal ini hanya akan diatur dalam regulasi khusus.
"Itu bukan dilarang, sekarang TikTok Shop sebenarnya belum dapat izin Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dari Kemendag," kata Dirjen Perdagangan Dalam Negeri , Isy Karim, di Kantor Kemendag, Jumat (22/9).
Saat ini, Kemendag sedang merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Revisi Permendag tersebut akan mengatur TikTok Shop sebagai Social Commerce secara khusus.
"Kalau di Permendag 50 yang revisi akan ada pengaturan yang jelas mengenai S-commerce jadi Social Commerce akan ada pemisahan yang lebih jelas," jelas Isy.
ADVERTISEMENT