Fakta-fakta PPN Jadi 12 Persen: Warga Resah, Pengusaha Minta Ditunda

17 November 2024 7:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi membayar pajak. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi membayar pajak. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Seruan penolakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai awal tahun depan datang dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat umum sampai pengusaha.
ADVERTISEMENT
Kepastian naiknya PPN menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat bersama komisi XI DPR RI pada Rabu (13/11) lalu. Hal ini merupakan implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Warga Resah PPN Naik

Seorang warga, Rizki, menilai kebijakan tersebut akan memukul daya beli masyarakat terhadap barang kebutuhan. Sebab, masyarakat harus mengeluarkan dananya lebih besar dibandingkan sebelumnya.
"Jelas akan membebani masyarakat karena ketika kita membeli sesuatu barang ataupun makan, otomatis harus bayarnya lebih besar ketimbang sebelumnya. Ini tentunya akan mempengaruhi kemampuan atau daya beli masyarakat terhadap barang-barang kebutuhan, terutama kebutuhan yang pokok," kata Rizki kepada kumparan, Sabtu (16/11).
ADVERTISEMENT
Warga lainnya yaitu Wati juga memandang rencana pemerintah untuk menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen di 2025 akan membebani masyarakat. Apalagi untuk membeli kebutuhan hidup, sementara penghasilan masih tetap.
"UMP harus (naik) supaya seimbang, harus ada kenaikan juga, menurut saya," ujarnya.

Barang Ritel Bisa Naik 10 Persen

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menyebut sektor ritel akan ikut terimbas dari naiknya PPN. Dia menyebut ketika PPN naik 1 persen di awal tahun 2025, maka produk-produk di industri ritel akan naik 5-10 persen, akibat ada dampak naiknya biaya transportasi, logistik, dan distribusi.
"Kita di industri ritel pasti naik juga 5-10 persen, kan ada dampak biaya transportasi, logistik, sama distribusi, semua itu akan berubah. Ketika harga naik dan berubah, itu kembali menurunkan daya beli masyarakat," terangnya.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, Aprindo mengungkapkan keberatannya dan menolak kenaikan PPN 12 persen. Pasalnya, konsumsi rumah tangga, industri ritel di Pulau Jawa sedang dalam posisi minus.
"Ya memang pemerintah membutuhkan dana, tetapi jangan memalak dengan 1 persen meningkatkan PPN. Memang 1 persen ini kelihatannya kecil, tapi kalau ditotal dengan biaya transportasi, kemudian biaya solar bahan bakar itu kan bakal naik semua," lanjut Roy.

PHRI Minta Ditunda

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta kenaikan PPN ditunda, sebab dinilai akan memukul bisnis wisata karena ongkos berlibur bisa semakin mahal. Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, mengatakan bagi sektor pariwisata, daya beli masyarakat sangat penting untuk tetap terjaga.
“Kami sebenarnya berharap ya pemerintah harus melihat situasi yang ada saat ini. Sebaiknya harusnya PPN kenaikan PPN 12 persen ini ditunda dulu, kenaikan kemarin saja sudah membuat kita kewalahan juga ya untuk menekan daya beli, menghambat penurunan daya beli tersebut,” kata Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran kepada kumparan pada Sabtu (16/11).
ADVERTISEMENT

Pengusaha Elektronik Jamin Harga Naik

Asosiasi Pengusaha Komoditi Elektronik (Apkonik) seluruh Indonesia mengeluhkan dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen dipastikan meningkatkan harga produk.
Ketua Umum Apkonik, Denny Irawan, menyebut dampak pertama yang dirasakan industri elektronik ialah siklus dalam perputaran jual beli di Indonesia bakal pengaruhi faktor dari harga barang.
"Nantinya akan mempengaruhi faktor-faktor dari harga barang. Harga barang sendiri pastinya nanti akan mengalami kenaikan dikarenakan karena biaya operasional pun nanti akan naik," jelas Denny Irawan kepada kumparan, Jumat (15/11).