Fakta-fakta Sri Lanka Bangkrut: Utang Menggunung, Stok BBM Habis

9 Juli 2022 7:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga antre untuk membeli minyak tanah demi keperluan rumah tangga di sebuah stasiun pasokan minyak tanah di Kolombo, Sri Lanka, Kamis (26/5/2022). Foto: Ishara S. Kodikara/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Warga antre untuk membeli minyak tanah demi keperluan rumah tangga di sebuah stasiun pasokan minyak tanah di Kolombo, Sri Lanka, Kamis (26/5/2022). Foto: Ishara S. Kodikara/AFP
ADVERTISEMENT
Negara Sri Lanka sedang berada diambang kebangkrutan. Negara dengan penduduk 22 juta jiwa itu tengah dilanda krisis ekonomi terburuk yang masih akan dirasakan setidaknya hingga akhir tahun 2023 mendatang.
ADVERTISEMENT
Negara kepulauan di kawasan Asia Selatan itu, awalnya bukanlah negara miskin. Posisi pendapatannya sekelas dengan Indonesia yakni negara berpendapatan menengah bawah (lower middle income country).
Berikut ini kumparan rangkum fakta-fakta Sri Lanka yang mengalami kebangkrutan. Mulai dari utang yang menggunung hingga stok BBM yang habis.
Utang yang menggunung
Sebelum dibelit krisis ekonomi hingga kini di ambang kebangkrutan, pendapatan per kapita Sri Lanka sebesar USD 3.700, sedikit di bawah Indonesia yang USD 4.400. Posisi itu membuat Sri Lanka dan Indonesia setara dengan Afrika Selatan, Peru, dan Mesir.
Utang luar negeri negara itu menggunung. Bahkan lebih besar dari Produk Domestik Bruto (PDB)-nya yang sebesar USD 80,71 miliar (Data tahun 2020). Bahkan, utang yang jatuh tempo sebesar USD 6 miliar di 2022, tak sanggup dibayar.
ADVERTISEMENT
Cadangan devisa menipis
Cadangan devisa Sri Lanka pada Mei 2022, hanya USD 50 juta atau sekitar Rp 720 miliar. Bandingkan dengan Indonesia yang di periode itu punya cadangan devisa USD 135,4 miliar atau sekitar Rp 2 ribu triliun.
Kendaraan roda tiga antri beli bensin karena kelangkaan bahan bakar, di tengah krisis ekonomi negara, di Kolombo, Sri Lanka, Selasa (5/7/2022). Foto: Dinuka Liyanawatte/REUTERS
Kondisi tersebut membuat Sri Lanka kesulitan untuk membayar utang. Mengutip Reuters, Bank Sentral Sri Lanka (CBSL) mengumumkan, April lalu, Sri Lanka gagal bayar USD 51 miliar terhadap utang luar negeri.
"Kami kehilangan kemampuan untuk membayar," kata Kepala CBSL Nandalal Weerasinghe.
Dengan cadangan devisa yang sangat tipis, Sri Lanka kesulitan membiayai impor.
Terapkan pemotongan pajak
Kronisme pemerintahan Mahinda Rajapaksa merambah berbagai bidang. Demi menyenangkan rakyat, Rajapaksa menerapkan pemotongan pajak. Untuk menutupi defisit anggaran, dia mencetak uang baru.
ADVERTISEMENT
"Masalahnya sudah bertahun-tahun, diperparah oleh pandemi dan salah urus di pemerintahan," kata Murtaza Jafferjee, Direktur Advocata Institute, sebuah lembaga kajian berbasis di Kolombo, dikutip dari CNN, Jumat (8/7).
Produksi pangan dalam negeri anjlok
Di kebijakan ekonomi sektor riil, pemerintah Sri Lanka memang menerapkan pertanian organik dan menghentikan total penggunaan pupuk kimia. Tapi infrastruktur pertanian belum mendukung program ini. Akibatnya banyak terjadi gagal panen, yang membuat produksi pangan untuk kebutuhan dalam negeri anjlok.
Kondisi ekonomi yang buruk memicu gejolak politik. Masyarakat turun ke jalan menuntut presiden dan perdana menteri mundur. Mahinda Rajapaksa akhirnya mundur dari jabatan perdana menteri pada Selasa (10/5).
Stok BBM habis
Menteri Energi Sri Lanka, Kanchana Wijesekera, pada Kamis (7/7) mengungkapkan negaranya cuma punya stok BBM 4 ribu ton. Jumlah itu hanya bisa memenuhi kebutuhan kurang dari sehari.
ADVERTISEMENT
"Pengiriman bensin berikutnya diprediksi antara tanggal 22 dan 23 Juli. Kami telah menghubungi pemasok lain, tetapi kami tidak dapat mengkonfirmasi pasokan baru sebelum tanggal 22 Juli," kata Wijesekera, dikutip dari AFP.
Akibat stok BBM yang menipis, antrean kendaraan di sejumlah pom bensin mengular hingga berkilometer. Itu pun sebagian SPBU sudah kehabisan stok BBM selama beberapa hari terakhir.