Fenomena Makan Tabungan Meningkat, Pertumbuhan Simpanan Kelas Bawah Melambat

30 September 2024 21:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Tabungan atau Menabung. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tabungan atau Menabung. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Fenomena makan tabungan di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya di golongan menengah ke bawah, tengah menjadi sorotan.
ADVERTISEMENT
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, membeberkan data terkini terkait tren pertumbuhan tabungan di bawah Rp 100 juta.
Berdasarkan data LPS, pertumbuhan tabungan di bawah Rp 100 juta tidak merata. Data tersebut dipecah menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah tabungan, mulai dari di bawah Rp 1 juta hingga Rp 100 juta.
"Untuk segmen tabungan di bawah Rp 1 juta, pertumbuhannya paling rendah, hanya sekitar 0,72 persen sepanjang 2024. Ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurangnya dana atau pengaruh bantuan sosial seperti BLT yang belum maksimal," kata Purbaya dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Senin (30/9).
Secara rinci, tabungan di atas Rp 1 juta, terutama di kisaran Rp 1 juta hingga Rp 50 juta, menunjukkan pertumbuhan yang lebih stabil. Kemudian, segmen tabungan Rp 1 juta hingga Rp 5 juta tumbuh sebesar 5,92 persen.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
Tabungan masyarakat di kisaran Rp 5 juta hingga Rp 10 juta mencatatkan pertumbuhan 6,16 persen. Segmen yang lebih tinggi, seperti Rp 10 juta hingga Rp 25 juta, tumbuh 5,28 persen, dan tabungan di antara Rp 50 juta hingga Rp 100 juta tumbuh sebesar 5,19 persen.
ADVERTISEMENT
"Yang 1 juta ke bawah itu memang tumbuh paling rendah, mungkin karena faktor-faktor ekonomi atau memang ada sebagian yang tidak memiliki dana sejak awal. Namun, segmen Rp 1 juta hingga Rp 50 juta menunjukkan tren yang konsisten meningkat,” tutur Purbaya.
“Ini mengindikasikan bahwa ketakutan akan penurunan kelas menengah mungkin tidak seburuk yang diperkirakan," pungkasnya.