news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Foto: Mengubah Serat Pohon Pisang Menjadi Barang Bernilai Ekspor

15 Oktober 2020 6:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Djunaedi (71) pemilik CV Natural menunjukkan serat pohon pisang (abaca fiber) yang belum dipintal menjadi benang di bengkel anyam miliknya. Foto: NOVA WAHYUDI/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Djunaedi (71) pemilik CV Natural menunjukkan serat pohon pisang (abaca fiber) yang belum dipintal menjadi benang di bengkel anyam miliknya. Foto: NOVA WAHYUDI/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Jarum jam di dinding hampir menunjukkan pukul 12 siang. Puluhan pekerja masih terlarut dalam kesibukannya menganyam pintalan serat pohon pisang (abaca fiber) dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Kesibukan itu merupakan rutinitas di bengkel anyam milik Djunaedi, di Jalan Sukarela, Kota Palembang, Sumatera Selatan.
ADVERTISEMENT
ATBM merupakan satu dari sekian peralatan utama dalam proses pembuatan kerajinan berbahan dasar serat abaca yang diproduksi oleh CV Natural.
Selain mesin pintal serta abaca, para pekerja di sana hanya bermodalkan palu, paku dan lem. Dengan proses pembuatan secara manual, pembuatan satu buah karpet misalnya, setidaknya memakan waktu hingga dua minggu. Sebelum dianyam, serat abaca harus dipintal dahulu oleh belasan pekerja di ujung ruangan.
Pekerja memintal serat pohon pisang (abaca fiber) menjadi benang di bengkel anyam Djunaedi. Foto: NOVA WAHYUDI/ANTARA FOTO
Pekerja memintal serat pohon pisang (abaca fiber) menjadi benang di bengkel anyam Djunaedi. Foto: NOVA WAHYUDI/ANTARA FOTO
Sejumlah pekerja menganyam pintalan benang dari serat pohon pisang (abaca fiber) untuk dijadikan karpet di bengkel anyam Djunaedi. Foto: NOVA WAHYUDI/ANTARA FOTO
Sejumlah produk seperti karpet, keset, hingga seperangkat tatakan meja saat ini telah dipasarkan ke sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Belgia, Inggris, Turki dan Malaysia.
"Saya impor abaca dari Filipina dan Ekuador. Dalam sebulan saya bisa impor satu kontainer atau sekitar 11 ton abaca fiber, Ujar pria berumur 71 tahun tersebut.
ADVERTISEMENT
Djunaedi mengatakan, ia bisa mendapatkan omzet penjualan USD 60 ribu atau sekitar Rp 880 juta per bulan. Nilai omzet tersebut didapat dalam kondisi normal. Sekarang permintaan pasar terhadap produknya pun menurun akibat dari pandemi COVID-19.
Saat ini ia hanya mendapatkan omzet penjualan sekitar 40 persen saja atau sekitar USD 35 ribu per bulan.
Pekerja menganyam karpet yang terbuat dari serat pohon pisang (abaca fiber) di bengkel anyam Djunaedi. Foto: NOVA WAHYUDI/ANTARA FOTO
Sejumlah pekerja menganyam pintalan benang dari serat pohon pisang (abaca fiber) untuk dijadikan karpet di bengkel anyam Djunaedi. Foto: NOVA WAHYUDI/ANTARA FOTO
Pria bergelar sarjana Fakultas Teknik Universitas Indonesia ini mengklaim, pihaknya merupakan satu-satunya produsen karpet buatan tangan berbahan baku abaca di Tanah Air. Harga karpet yang dijual bervariasi,bergantung pada ukuran.
"Dibanderol Rp3 juta per meter,"ujarnya.
Menurut Djunaedi, biaya produksi dengan menggunakan bahan baku impor juga perlu ditambah dengan pembayaran bea masuk lima persen yang harus disetor ke negara. Dalam satu tahun, dirinya harus membayar 50 ribu dolar AS.
Pekerja menganyam pintalan benang dari serat pohon pisang (abaca fiber) untuk dijadikan karpet di bengkel anyam Djunaedi. Foto: NOVA WAHYUDI/ANTARA FOTO
Sejumlah pekerja menganyam pintalan benang dari serat pohon pisang (abaca fiber) untuk dijadikan karpet di bengkel anyam Djunaedi. Foto: NOVA WAHYUDI/ANTARA FOTO
Kiprah usaha CV Natural tersebut pun kini dilirik Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Palembang untuk diberikan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).
ADVERTISEMENT
Program KITE memfasilitasi perdagangan dan industri di bidang kepabeanan dan cukai, untuk meningkatkan pertumbuhan industri yang diberikan kepada IKM yang mengimpor bahan mentah. Bahan baku tersebut kemudian diolah di dalam negeri sehingga mempunyai nilai tambah, untuk kemudian diekspor.
Program KITE tersebut akan membantu Djunaidi dalam menekan ongkos produksi.
Pekerja mewarnai karpet yang terbuat dari serat pohon pisang (abaca fiber) di bengkel anyam Djunaedi. Foto: NOVA WAHYUDI/ANTARA FOTO
Djunaedi (71) pemilik CV Natural berpose di bengkel anyam miliknya. Foto: NOVA WAHYUDI/ANTARA FOTO