Fungsi Kripto Sebagai Mata Uang dan Aset, Apa Bedanya?

19 November 2021 13:53 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Bitcoin. Foto: Dado Ruvic/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bitcoin. Foto: Dado Ruvic/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cryptocurrency atau uang kripto telah menjadi perdebatan cukup lama terkait posisinya di Indonesia. Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya menyatakan kripto sebagai mata uang haram hukumnya melalui fatwa MUI.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, kripto tak sepenuhnya haram. Dalam fatwa MUI, cryptocurrency masih bisa diperjualbelikan dengan syarat memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying atau aset keuangan yang jelas.

Kripto Sebagai Mata Uang

Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dijelaskan mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh NKRI yang disebut dengan Rupiah. Dijelaskan juga uang adalah alat pembayaran yang sah.
Mengacu pada definisi tersebut, kripto sebagai mata uang yang diharamkan MUI. Artinya tak bisa digunakan untuk alat pembayaran.
CEO Indodax yang juga Direktur Asosiasi Blockchain Indonesia, Oscar Darmawan, menegaskan di Indonesia kripto memang tidak digunakan sebagai mata uang. Dia juga mengakui mata uang sah di Indonesia hanya Rupiah.
“Di Indonesia, aset kripto memang bukan untuk mata uang sebagaimana peraturan BI ini juga sama seperti hasil musyawarah MUI yang mengharamkan kripto sebagai mata uang karena di Indonesia hanya Rupiah mata uang yang diakui," jelas Oscar kepada kumparan, Minggu (14/11).
Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Kripto Sebagai Komoditi Aset

Dalam fatwa MUI, cryptocurrency sebagai komoditi atau aset digital tidak sah bila diperjualbelikan. Alasannya karena mengandung gharar, dharar, qimar dan tidak memenuhi syarat sil'ah secara syar’i, yaitu: ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik, dan bisa diserahkan ke pembeli.
ADVERTISEMENT
Namun, bila cryptocurrency sebagai komoditas atau aset memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas hukumnya, maka sah untuk diperjualbelikan.
Underlying sendiri merupakan dasar harga derivatif atau harga yang didasarkan pada aset yang berbeda. Dengan underlying asset, dapat diidentifikasi item dalam perjanjian yang kemudian digunakan sebagai acuan nilai.
CEO INDODAX, Oscar Darmawan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Perihal underlying asset kripto, Oscar menjelaskan hampir semua aset kripto memiliki underlying asetnya tersendiri. Ada yang underlying-nya mudah dipahami dalam aset fisik seperti USDT, LGold, LSILVER, XSGD. Ada juga underlying berupa biaya penerbitan seperti Bitcoin.
Bitcoin memiliki underlying berupa biaya penambangan untuk proses verifikasi dan penerbitan Bitcoin yang membutuhkan biaya listrik sebesar 150 terawatt per jamnya. Hanya saja, bentuknya murni digital.
ADVERTISEMENT