Galau Jokowi di Investasi Miras: Banjir Protes yang Berujung Pembatalan

3 Maret 2021 6:46 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Botol miras hasil sitaan di Banda Aceh, Rabu (17/10/2018). Foto:  Zuhri Noviandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Botol miras hasil sitaan di Banda Aceh, Rabu (17/10/2018). Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Kencangnya suara penolakan terhadap rencana pembukaan keran investasi minuman keras (miras) beralkohol, membuat Presiden Jokowi mengalami dilema. Berbagai kritik dan masukan itu akhirnya membuat Jokowi memutuskan mengurungkan rencana tersebut.
ADVERTISEMENT
Jokowi secara resmi mencabut aturan yang tertuang dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal itu. Beleid yang dibatalkan itu yakni Lampiran III poin 31, 32, 33 mengenai usaha kategori terbuka dengan syarat tertentu. Berikut fakta-fakta mengenai izin investasi miras:

Merupakan Aturan Turunan UU Cipta Kerja

Peraturan kontroversial ini merupakan satu dari sekian banyak aturan turunan UU Cipta Kerja yang berujung protes publik. Setidaknya, ada 46 bidang usaha yang masuk kategori ini.
Dari jumlah tersebut, 3 di antaranya merupakan industri miras. Perpres yang ditandatangani Jokowi pada 2 Februari 2021 ini, membuka peluang investasi miras di empat provinsi, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua.

Banjir Penolakan dari Ekonom hingga Ulama

Setelah wacana ini mengemuka, suara penolakan pun datang dari berbagai pihak. Kalangan ulama, baik dari MUI, NU, hingga Muhammadiyah kompak menentang rencana investasi ini.
ADVERTISEMENT
Hal yang sama juga datang dari para ekonom. Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menilai, menggenjot investasi di sektor ini tak akan berpengaruh signifikan terhadap perekonomian.
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira. Foto: Jafrianto/kumparan
Sudah tak mengerek ekonomi dan penyerapan lapangan kerjanya tak cukup besar, investasi di sektor ini menurutnya juga bertentangan dengan konsep wisata budaya dan wisata halal yang digembar-gemborkan pemerintah.
Pandangan terakhir ini juga diamini oleh Ekonom dari Universitas Indonesia, Yusuf Wibisono. Belum lagi, risiko kriminalitas yang akan kian tinggi nantinya.
"Ketentuan ini kontradiktif dengan kampanye wisata Indonesia. Kita bertumpu pada wisata alam seperti Bali, wisata budaya di Yogyakarta, atau wisata halal di Sumbar dan NTB," jelas pakar ekonomi syariah itu kepada kumparan, Selasa (2/3).

Jokowi Cabut Aturan Pemberian Izin Investasi Miras

Polemik yang muncul ini akhirnya membuat Jokowi membatalkan aturan tersebut. Jokowi sendiri mengakui keputusannya itu memang dipengaruhi banyaknya masukan terhadap pemerintah.
ADVERTISEMENT
"Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI, NU, Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya serta tokoh-tokoh agama yang lain, dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah, bersama ini saya sampaikan saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol, saya nyatakan dicabut," ujar Jokowi dalam keterangan resmi Presiden, Selasa (2/3).

Kepala BKPM Buka Suara, Investasi Miras Sudah Ada Sejak Sebelum Indonesia Merdeka

Usai Jokowi mencabut rencana pemberian izin investasi miras ini, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia pun buka suara. Bahlil mengatakan bahwa investasi miras ini bukan suatu hal yang baru di tanah air.
Bahkan menurutnya, investasi di sektor ini sudah dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka. Kendati demikian, ia menjamin bakal tunduk pada keputusan presiden serta meminta para pengusaha buat legawa.
ADVERTISEMENT
"Sejak tahun 1931 di negara kita sudah ada izin pembangunan minuman beralkohol. terus berlanjut, sebelum merdeka, setelah merdeka, orde baru, reformasi, sampai sekarang. Total ada 109 izin untuk minuman beralkohol pada 13 provinsi," ujar Bahlil Lahadalia.
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia (tengah) saat rapat Komisi VI DPR, di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (7/11/2019). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan

Perusahaan yang Sudah Berizin Tetap Beroperasi

Setelah rencana investasi miras ini dibatalkan, muncul pertanyaan terkait nasib perusahaan yang sudah ada. Soal ini, Bahlil menegaskan mereka tak terkena dampak pembatalan aturan ini.
Dampak dari tidak jadinya keputusan ini hanya terkhusus buat perusahaan yang ingin mengajukan izin ke depannya. Itu pun, kata Bahlil, sejauh ini belum ada perusahaan atau pelaku usaha baru yang sudah mengajukan izin.
"Izin yang sudah ada kemudian tidak membatalkan. Monggo saja selama aturannya, prosesnya, mekanismenya harus disesuaikan dengan undang-undang yang sudah diterapkan sebelumnya," ujar Bahlil.
ADVERTISEMENT