GAPKI Surati Uni Eropa, Peringatkan Regulasi Deforestasi Ancam Petani Sawit RI

6 November 2022 15:42 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang petani membongkar muatan tandan buah segar (TBS) sawit di Desa Raja Bejamu Kabupaten Rokan Hilir, Riau, Rabu (19/2). Foto: ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petani membongkar muatan tandan buah segar (TBS) sawit di Desa Raja Bejamu Kabupaten Rokan Hilir, Riau, Rabu (19/2). Foto: ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid
ADVERTISEMENT
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengirimkan surat terbuka kepada Komisi Uni Eropa, Parlemen Uni Eropa, dan Dewan Uni Eropa. Surat terbuka yang telah dikirim tersebut berisi tentang dampak regulasi deforestasi yang diterapkan Uni Eropa terhadap petani sawit di Indonesia.
ADVERTISEMENT
GAPKI menjelaskan pada tanggal 9 November 2022 nanti, Komisi Uni Eropa, Parlemen, hingga Dewan Uni Eropa akan melakukan negosiasi trilogi terbaru atas regulasi deforestasi tersebut. "Peraturan Deforestasi Uni Eropa akan berdampak negatif pada sektor kelapa sawit Indonesia dan 4 juta petani kecil yang memproduksi minyak sawit," tulis GAPKI dalam pernyataan resmi, dikutip pada Minggu (6/11).
GAPKI berpendapat, regulasi yang diterapkan Uni Eropa itu berdampak terhadap petani kecil Indonesia yang akan diblokir dari pasar Eropa, serta akan merusak pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Pendekatan Uni Eropa terhadap minyak sawit secara langsung bertentangan dengan aspirasi G20 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan P.B.B. 2030. Sudah waktunya untuk mengakhiri sandiwaranya melawan minyak sawit," ujar GAPKI.
Dalam keterangan tertulis tersebut, GAPKI juga menyebutkan beberapa fakta. Pertama, proposal Uni Eropa tentang keterlacakan, petani kecil, dan profil risiko, jelas melampaui apa yang diperlukan dan masuk akal untuk menjamin keberlanjutan.
ADVERTISEMENT
Kedua, Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) berada di jalur yang tepat untuk menjadi skema keberlanjutan terbesar di dunia untuk komoditas apa saja. Ketiga, deforestasi telah turun lebih dari tiga perempat selama dua dekade terakhir dan mencapai titik terendah sepanjang masa.
Keempat, keberlanjutan minyak sawit Indonesia diakui oleh banyak mitra dagang termasuk di dalam Peraturan Uji Tuntas Inggris. Terakhir, Indonesia telah menandatangani komitmen kerja sama baru dengan negara mitra seperti Norwegia.
Aktivitas Petani Plasma Kelapa Sawit Asian Agri di Provinsi Riau, Jumat (22/3). Foto: Abdul Latif/kumparan

Perang Sawit Uni Eropa vs RI di WTO

Uni Eropa kini tengah menerapkan kebijakan Renewable Energy Directie (RED) II. Regulasi tersebut salah satunya mengatur ketentuan High ILUC (Indirect Land Use Change) Risk Cap. Uni Eropa membuat batasan dan mengkategorikan biofuel berbahan baku kelapa sawit sebagai High ILUC Risk karena menyebabkan ekspansi signifikan terhadap lahan dengan stok karbon tinggi ke area produksi.
ADVERTISEMENT
Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan Kemenko Perekonomian, Edy Yusuf, mengatakan penerapan RED II ini menjadi kecenderungan diskriminatif atas produk sawit Indonesia dan bisa mengurangi volume ekspor sawit Indonesia ke Uni Eropa. Pada gilirannya, hal itu berakibat pada kesejahteraan petani sawit.
Uni Eropa merupakan pangsa pasar yang besar bagi produk sawit Indonesia. Pada 2021 lalu, ekspor minyak sawit Indonesia ke Uni Eropa hampir mencapai 5 juta ton, atau sekitar 14 persen dari total ekspor 35 juta ton.
Indonesia kini sedang menunggu hasil gugatan di World Trade Organization (WTO) atas kebijakan diskriminasi sawit yang diterapkan Uni Eropa itu.
"Saat ini Indonesia tengah menunggu diterbitkannya panel report yang diperkirakan akan keluar pada akhir 2022 ini atau akhir 2023," kata Edy dalam FGD yang digelar Indef di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (1/11).
ADVERTISEMENT