GAPMMI: Stok Gula Bahan Baku Industri Makin Menipis, Tersisa untuk Satu Bulan

12 Desember 2020 7:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tumpukan Gula Putih Rafinasi di Pasar Induk Kramat Jati. Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tumpukan Gula Putih Rafinasi di Pasar Induk Kramat Jati. Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Produsen gula rafinasi mengalami kekurangan stok bahan baku gula untuk di produksi menjadi gula rafinasi, yang merupakan bahan baku yang penting bagi industri makanan dan minuman.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan & Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi Lukman, mengatakan informasi kekurangan stok gula bahan baku bagi produsen gula rafinasi, disampaikan para pemasok gula nasional (AGRI).
Menurut Adhi Lukman, sesuai informasi dari pemasok, stok gula rafinasi sebagai bahan baku industri makanan minuman saat ini hanya mencukupi untuk kebutuhan hingga Januari 2021.
"Saat ini, Thailand sebagai salah satu negara penghasil gula bahan baku industri gula rafinasi mengalami gagal panen, sehingga produsen gula rafinasi nasional harus mendatangkan bahan baku gula dari negara lain yang lebih jauh, seperti Brasil," kata Adhi dalam keterangan tertulisnya.
Adhi mengatakan, kondisi tersebut akan berdampak pada menambah lead time importasi, yang tadinya hanya sekitar 2-3 minggu menjadi 2 bulan untuk bisa sampai ke Tanah Air.
ADVERTISEMENT
"GAPMMI memohon dukungan Pemerintah untuk dapat segera berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait agar persetujuan impor gula untuk kebutuhan industri dapat segera diterbitkan," ujarnya.
Hal tersebut dinilai harus dilakukan sambil menunggu rampungnya Peraturan Pemerintah terkait jaminan kepastian bahan baku industri, yang merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja.
Contoh Produk Gula Rafinasi yang Jebol ke Pasaran. Foto: Abdul Latif/kumparan
Menurut Adhi, kelangkaan pasokan gula bahan baku industri dapat berakibat pada menurunnya produktivitas sektor industri makanan minuman nasional, yang pada akhirnya dapat menambah tekanan terhadap perekonomian yang belum pulih akibat Covid-19.
"Potensi masalah berikutnya tidak hanya menyangkut kekosongan produk di pasar dan sektor tenaga kerja, namun juga berpengaruh pada sektor hulu seperti peternak (sapi,dll), petani (buah, dll) dan membanjirnya produk impor untuk mengisi permintaan pasar," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Untuk solusi jangka panjang, GAPMMI berharap pemerintah fokus pada pembangunan dan pengembangan sektor hulu dan rantai pasok nasional, sehingga nantinya industri lokal memiliki potensi dan kapasitas dalam memenuhi kebutuhan industri nasional.
Adapun kontribusi industri makanan minuman terhadap ekspor nasional pada rentang Januari-September 2020 mencapai 21,38 persen. Industri makanan dan minuman berkontribusi 39,51 persen terhadap PDB sektor pengolahan nonmigas pada triwulan III-2020.
"Sayangnya, pertumbuhan industri makanan minuman saat ini diprediksi akan terganggu dikarenakan kurangnya stok gula rafinasi sebagai bahan baku industri," ujarnya.