Garam Lokal untuk Farmasi Terkendala Masalah Pemurnian

18 April 2018 8:47 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rakor Garam Farmasi (Foto: Phaksy Sukowati/ kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rakor Garam Farmasi (Foto: Phaksy Sukowati/ kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemenuhan kebutuhan garam industri farmasi dari pasokan lokal, terkendala oleh masalah pemurnian. Kalaupun garam produksi lokal memiliki kandungan NaCl (Natrium klorida) yang tinggi, biasanya kandungan muatan negatifnya juga masih tinggi.
ADVERTISEMENT
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Maritim, Agung Kuswandono mengatakan, garam lokal itu biasanya begitu dipanen langsung dijual ke pasaran. Padahal untuk memenuhi kebutuhan industri farmasi, selain perlu kadar NaCl yang tinggi juga perlu pemurnian.
"Bukan soal kadar NaCl (saja) tapi seperti apa pemurniannya. Proses membuatnya seperti apa. Maka harus bahan baku garam paling tinggi," kata Agung kepada kumparan (kumparan.com) saat ditemui di sela Rakor Garam Industri untuk Farmasi di Surabaya, Selasa (17/4).
Agung menambahkan, perbedaan mencolok pada garam rakyat adalah hasil panennya masih impuritif. Artinya garam masih banyak mengandung muatan yang negatif. Sedangkan garam impor khusus untuk farmasi, lebih dulu melewati proses pemurnian. Semisal, biasanya garam mengandung mangan dan tiga zat lain yang tidak boleh terlalu tinggi kadarnya, yakni 0,06 part per million (ppm).
Tambak garam sistem bestekin (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tambak garam sistem bestekin (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Ditemui dalam kesempatan yang sama, GM Manufaktur PT Kimia Farma (Persero) Tbk, Terpisah, Hadi Kardoko mengungkapkan, sejak 2016 pihaknya telah mampu mengolah garam lokal menjadi bahan baku farmasi. "Garam rakyat juga bisa. Kita sudah memproduksi itu untuk infus atau oralit," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Hanya saja dia menjelaskan, garam yang dibeli dari petani lokal memang harus diolah terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku produk farmasi. Kimia Farma mengelola dua industri, yakni yang mengolah garam menjadi garam farmasi. Kemudian garam farmasi ini diolah kembali menjadi produk farmasi dan kosmetika. "kita jalankan keduanya. Karena saya tekankan dua hal ini perlu dibedakan," tandasnya.
Agung menambahkan, melalui rakor ini diharapkan bisa disepakati pengembangan garam farmasi dengan perbaikan garam rakyat. "Jangan sekedar garam rakyat harus mensuplai. Tapi harus dengan standar yang sama (juga)," ujar mantan Dirjen Bea Cukai itu.